Segala puji bagi Allah yang telah
melimpahkan kepada kita nikmat yang begitu banyak. Di antara nikmat Allah yang paling
agung adalah nikmat kita berada di atas Islam dan Iman, berada di atas tauhid
dan dijauhkan dari kesyirikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah
kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah
berjasa besar mengeluarkan manusia dari gelapnya syirik menuju cahaya tauhid
yang terang benderang.
Sesungguhnya hari raya Idul Adha
adalah hari yang sangat agung dalam agama kita. Bagaimana tidak, Idul Adha
adalah syi’ar tauhid, syi’ar ke-esa-an Allah, kebesaran Allah dan keagungan-Nya.
Maka hendaknya seorang muslim benar-benar memperhatikan dan merenungkan
pelajaran-pelajaran yang sangat agung yang terkandung dalam amalan-amalan di
hari raya ini.
Kisah Nabi Ibrahim 'alaihissalam
Yang pertama, Idul Adha mengingatkan
kita akan kisah-kisah Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang Allah sebutkan
dalam al-Qur’an. Tentang bagaimana ketundukan beliau kepada Allah, ketika
beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya yang sangat beliau sayangi yaitu
Nabi Isma’il 'alaihissalam, beliau pun tunduk dan patuh melaksanakan
perintah Allah Rabb-nya. Yang demikian itu adalah karena keimanan dan
pengagungan beliau kepada Allah yang sangat besar, kuatnya keyakinan beliau
kepada hikmah Allah, kuatnya tauhid beliau, sehingga membuat beliau benar-benar
yakin bahwa dirinya hanyalah seorang hamba di antara hamba-hamba Allah, yang
harus tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta.
Maka di antara bukti kuatnya keimanan
dan tauhid beliau adalah apa yang beliau lakukan ketika berdakwah mengajak
keluarga dan kaumnya untuk mentauhidkan Allah, untuk beribadah hanya kepada
Allah saja dan menjauhi segala macam kesyirikan. Beliau berkata mengingatkan bapaknya
agar tidak beribadah kepada selain Allah yang sama sekali tidak bisa berbuat
apa-apa:
يَا أَبَتِ لِمَ
تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Wahai bapakku,
mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak
dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam [19]: 42)
Beliau terus
mendakwahi bapaknya agar beribadah hanya kepada Allah saja, namun justru
bapaknya mengancam beliau dengan ancaman yang keras, bapaknya berkata:
أَرَاغِبٌ أَنْتَ
عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ
وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا
“Apakah kamu benci
kepada sesembahan-sesembahanku hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka kamu
akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.” (QS. Maryam
[19]: 46)
Meski demikian, Nabi Ibrahim 'alaihissalam
tetap bersabar dalam berdakwah mengajak manusia kepada tauhid. Bahkan dengan
tegas secara terang-terangan Nabi Ibrahim dan pengikut beliau berkata kepada
kaumnya yang beribadah kepada selain Allah:
إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ
وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
وَحْدَهُ
“Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja.”
(QS. al-Mumtahanah [60]: 4)
Demikianlah Nabi
Ibrahim 'alaihissalam yang senantiasa berdakwah kepada tauhid. Sungguh hari
ini, hari Idul Adha ini mengingatkan kita kepada beliau, tentang ketundukan beliau
kepada Allah sebagai orang-orang yang bertauhid.
Semarak Takbir
Kemudian yang kedua tentang syi’ar
tauhid di hari raya Idul Adha ini, yaitu semarak takbir yang diucapkan oleh
kaum muslimin yang bergema di seluruh penjuru negeri Islam. Pada hari-hari ini
kita mengucapkan:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allah Maha Besar, Allah Maha
Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali
Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan bagi-Nyalah segala pujian.”
Maka pada takbir ini sangat nampak
sekali pengagungan manusia kepada Allah, yang juga terkandung di dalamnya
kalimat tauhid laa ilaaha illallaah, tidak ada sesembahan yang berhak
diibadahi selain Allah.
Ucapan Talbiyah
Yang ketiga yang termasuk syi’ar
tauhid di hari Idul Adha adalah bahwasanya kaum muslimin di hari-hari ini
sedang melaksanakan ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang mulia. Mereka
pun mengucapkan kalimat talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ
لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ
لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah aku
penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada tandingan bagimu, aku
penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan, dan kerajaan
adalah milik-Mu, tidak ada tandingan bagi-Mu.”
Maka orang yang sedang melaksanakan
ibadah haji, mereka berbalut kain putih yang seakan adalah kain kafan, mereka
mengucapkan kalimat ketundukan kepada Allah dan menyatakan bahwa tidak ada
tandingan bagi Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka jelas ini adalah syi’ar
tauhid.
Bacaan Al-Fatihah Jahr
Kemudian yang keempat, yang merupakan
syi’ar tauhid di hari raya Idul Adha ini adalah bahwasanya kaum muslimin di
hari ini keluar dari rumah-rumah mereka di pagi hari, untuk menunaikan shalat Idul
Adha, maka imam shalat pun membaca jahr (keras) dalam shalatnya, dan di antara
ayat yang dibaca oleh sang Imam adalah ayat tentang tauhid, yang dapat didengar
oleh orang-orang yang hadir:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mulah kami beribadah
dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah [1]: 5)
Maka ini adalah ayat tentang tauhid
yang senantiasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat-shalat mereka. Ayat yang
berisi tentang tauhid, tentang ketundukan kepada Allah sepenuhnya dalam
menghambakan diri dan beribadah kepada-Nya.
Ibadah Kurban
Kemudian yang kelima tentang syi’ar
tauhid di dalam Idul Adha adalah ibadah kurban. Dimana pada hari ini kaum
muslimin melaksanakan ibadah dengan menggunakan hartanya, ia rela dan ikhlas
untuk diberikan kepada Allah dalam bentuk hewan kurban. Maka tak diragukan lagi
bahwa ini adalah sebuah ketundukan kepada Allah yang menjadi bukti tauhidnya.
Dimana orang yang berkurban mengikhlaskan niatnya beribadah hanya kepada Allah saja
sebagai bentuk ketakwaan kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ
لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. al-Hajj [22]:
37)
Inilah syi’ar tauhid
yang terdapat dalam hari raya Idul Adha, yang mengingatkan kita akan betapa
pentingnya tauhid, maka hendaknya seorang muslim untuk selalu berpegang teguh
dengan tauhid selama hidupnya, kapan dan dimanapun ia berada.
Karena tauhid adalah
pondasi dasar bagi agama Islam ini, tauhid adalah asas dan pokoknya. Tauhid
adalah lawan bagi syirik. Dengan tauhid inilah terbedakan antara orang muslim
dengan orang kafir, antara mukmin dengan munafik, antara penduduk surga dan
penduduk neraka. Bahkan tauhid adalah syarat mutlak seseorang bisa masuk ke
dalam surga. Sedangkan kesyirikan adalah penyebab kekalnya manusia di dalam
neraka.
Allah 'azza
wa jalla berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya barangsiapa
berbuat kesyirikan, maka Allah mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya
adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong
pun.” (QS. al-Maidah [5]: 72)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ لَقِىَ اللَّهَ
لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ
دَخَلَ النَّارِ
“Barangsiapa bertemu Allah (meninggal
dunia) tanpa pernah berbuat kesyirikan sedikitpun maka ia masuk surga, dan
barangsiapa bertemu Allah pernah berbuat kesyirikan maka ia masuk neraka.” (HR.
Muslim 93)
Oleh karena itulah
kaum muslimin harus mempelajari apa itu tauhid dengan sebenar-benarnya, agar
bisa tetap berada di atasnya hingga ia meninggal dunia. Demikian pula kaum
muslimin juga harus mempelajari apa itu syirik dengan berbagai macam jenisnya
agar tidak terjatuh ke dalamnya. Sesungguhnya kesyirikan sangatlah berbahaya
bagi seorang hamba, maka jangan sampai kita berbuat kesyirikan sedikitpun.
Meraih Kesuksesan
Adalah dengan Tauhid
Bila kita telah
berpegang teguh dengan tauhid dan menjauhi kesyirikan sejauh-jauhnya, maka insyaallah
kesuksesan dunia dan akhirat pun akan kita raih. Lihatlah bagaimana para
sahabat nabi terdahulu, sebelum kedatangan Islam, mereka adalah kaum yang terpencil
dan tak diperhitungkan yang tinggal di sekitaran padang pasir. Akan tetapi
kemudian mereka menjadi kaum yang mulia dan ditolong oleh Allah ta'ala ketika
mereka menegakkan tauhid dan menjauhi syirik, sehingga mereka pun menjadi kaum
yang sangat disegani oleh yang lainnya, bahkan mereka berhasil menaklukkan dua
kerajaan yang besar di masa mereka, yaitu Romawi dan Persia. Mereka dikaruniai oleh
Allah negeri yang aman dan tentram lagi penuh keberkahan. Di zaman mereka pula
Islam tersebar hingga hampir ke seluruh penjuru dunia. Bahkan mereka pun
mendapatkan gelar pujian dari Allah ta'ala Sang Pencipta alam semesta,
yaitu:
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوْا عَنْهُ
“Radhiyallahu ‘anhum
waradhu ‘anhu (Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada
Allah)” Karena apakah Allah memuliakan dan menolong mereka? Karena tauhid yang
telah menancap kuat dalam hati-hati mereka dan telah mereka amalkan dan
dakwahkan sepanjang perjalanan hidup mereka. Sehingga mereka hanya murni
berjuang untuk kemuliaan Islam, untuk meninggikan kalimat Allah di atas muka
bumi ini, maka Allah pun memuliakan mereka.
Mari Kembali
kepada Islam
Maka apabila kita
ingin meraih kesuksesan dan kemuliaan di dunia dan akhirat sebagaimana yang
telah diraih oleh para sahabat Nabi, kita harus kembali kepada Islam, kembali
kepada tauhid. Kita beribadah hanya kepada Allah saja dan kita jauhi segala
bentuk peribadahan kepada selain-Nya, serta kita amalkan agama Islam yang telah
diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai
dengan yang telah dipahami oleh para sahabat beliau radhiyallahu 'anhum.
Karena inilah jalan satu-satunya untuk bisa keluar dari kehinaan dan
keterpurukan umat Islam, menuju kemuliaan, keamanan, dan keberkahan.
Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu pernah berkata:
كُنَّا أَذَلُّ قَوْمٍ
فَأَعَزَّنَا اللهُ بِالْإِسْلَامِ فَمَهْمَا نَطْلُبُ العِزَّ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا
اللهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللهُ
“Dahulu kita adalah suatu kaum yang
hina, maka Allah memuliakan dengan agama Islam, maka apabila kita mencari
kemuliaan selain dengan Islam yang menjadikan kita mulia, pasti Allah
menghinakan kita.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 207, beliau
menilainya shahih sesuai syarat Syaikhain)
Imam Malik rahimahullah
berkata:
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ
الأُمَّةِ إِلَّا مَا أَصْلْحَ أَوَّلَهَا
“Tidak akan bisa memperbaiki urusan
akhir umat ini (kaum muslimin pada hari ini), kecuali dengan cara yang telah
menjadikan baik urusan umat pertama ini (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu 'anhum).” (Mawaridul Aman
al-Muntaqa min Ighatsatil Lahfan fi Mashayidisy Syaitan karya Syaikh Ali Hasan
al-Halabi hafidzahullah hal. 265)
Semoga Allah memudahkan kita untuk
selalu berpegang teguh dengan tauhid dan menjauhi kesyirikan dengan segala macam
bentuknya, hingga Allah mewafatkan kita di atas agama Islam yang mulia ini.
___________
Hari Raya Idul Adha 1438 H
Di sebelah pegunungan kec. Buayan, Kebumen
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.