Ucapan takbir
adalah sebuah ucapan yang mulia di dalam agama Islam, bahkan ia adalah
merupakan syiar Islam yang disebutkan di dalam lafadz adzan. Ucapan takbir juga
merupakan salah satu lafadz dzikir dari empat kata yang agung.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم: أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ. لاَ يَضُرُّكَ
بَأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
Dari Samurah
bin Jundub radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Ucapan yang paling dicintai oleh Allah ada
empat: Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu
akbar. Tidak masalah bagimu darimana engkau memulainya.” (HR. Muslim
2137)
Sesungguhnya
ucapan takbir adalah sebuah ucapan yang menunjukkan kebesaran Allah ta'ala,
yang mana Allah adalah Maha Besar. Sehingga kita tidak boleh salah dalam
mengucapkannya, karena dalam bahasa Arab ketika ada kesalahan dalam pengucapan,
maka bisa sangat berpengaruh pada makna sebuah kata.
Maka kita harus
mengucapkannya dengan benar, yaitu dengan lafadz اللَّهُ أَكْبَرُ, yang apabila
kita menuliskannya sesuai dengan pengucapannya maka akan menjadi “Alloohu
akbar”, yang berarti Allah Maha Besar. Yaitu hanya memanjangkan huruf lam pada
lafadz “Allah” dan tidak memanjangkan huruf-huruf lainnya.
Akan tetapi
kami beberapa kali mendapati sebagian kaum muslimin keliru dalam
mengucapkannya, dengan memanjangkan huruf ba pada lafadz “أَكْبَرُ”, juga huruf hamzah pada lafadz yang sama.
Bahkan begitu disayangkan bahwa ternyata kami juga pernah mendengar dari
kalangan orang yang bisa berbahasa Arab. Maka ini sungguh sangat memprihatinkan,
karena ada konsekuensi yang besar dari kesalahan dalam pengucapan takbir ini.
Kesalahan
yang Fatal
Syaikh
Masyhur Hasan Salman hafidzahullah dalam kitab beliau al-Qaulul Mubin
fi Akhtail Mushallin hal. 233 menukil sebuah perkataan dalam kitab Intisharul
Faqiris Salik litarjihi Madzhabil Imami Malik tentang kesalahan sebagian
para imam shalat:
وَمِنْ أَغْلَاظِ بَعْضِ الأَئِمَّةِ: إِدْخَالُ هَمْزَةِ الاِسْتِفْهَامِ
عَلَى لَفْظِ الجَلَّالَةِ، فَيَقُوْلُوْنَ: (( آللهُ أَكْبَرُ )) وَهَذَا كُفْرٌ
لَفْظِي. أَوْ: إِدْخَالُ هَمْزَةِ الاِسْتِفْهَامِ عَلَى لَفْظِ (( أَكْبَرُ )) فَيَقُوْلُوْنَ:
(( آكْبَرُ )) فَيَكُوْنُ (( أَكْبَرُ )) خَبَرَ الْمُبْتَدَإِ مَحْذُوْفٌ، تَقْدِيْرُهُ:
أَهُوَ أَكْبَرُ؟ وَهَذَا كُفْرٌ أَيْضًا.
وَمِنْ أَغْلَاظِ بَعْضِهِمْ: إِدْخَالُ أَلِفٍ بَعْدَ البَاءِ وَقَبْلَ
الرَّاءِ، فَيَقُوْلُوْنَ: (( أَكْبَارُ ))، فَيَكُوْنُ جَمْع (( كَبَر )) مَصْدَرٌ،
وَجَمْعُ (( كَبَر )) وَهُوَ الطَّبْلُ، وَكِلَاهُمَا كُفْرٌ، لَا يَصِحُّ إِطْلَاقُهُ
عَلَى البَارِي سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.
“Di
antara kesalahan para imam shalat: Memasukkan hamzatul istifham (huruf
hamzah untuk bertanya) terhadap lafadz “Allah” (lafdzul jallalah),
sehingga mereka mengucapkan: “Aalloohu akbar” (آللهُ أَكْبَرُ) ini merupakan kufur lafdzi
(kekufuran secara lafadz).
Atau
memasukkan hamzatul istifham terhadap lafadz أَكْبَرُ sehingga mengucapkan: “Aakbar” (آكبر). Sehingga kalimat ini kedudukannya
sebagai khabar mubtada mahdzuf, sehingga bermakna:أَهُوَ أَكْبَرُ؟ (“Apakah
Allah Maha Besar?”). Ini juga merupakan kekufuran.
Dan di antara
kesalahan para imam juga: Memasukkan huruf alif di antara huruf ba dan huruf ra
sehingga mereka mengucapkan: “Akbaar” (أكْبَار). Sehingga kata
ini adalah mashdar yang menjadi bentuk jamak dari kata “kabarun” (كَبَرٌ). Dan bentuk
jamak dari كَبَرٌ
bermakna
“ath-Thabl” (الطَّبْلُ) -artinya: gendang/bedug-. Keduanya
merupakan kekufuran, tidak dibenarkan kalimat ini diucapkan untuk Allah al-Bari
subhanahu wa ta'ala.”
Kenapa Menjadi
Lafadz Kekufuran?
Lafadz
kekufuran berarti sebuah ucapan yang mengandung pengingkaran keimanan dan dosa
yang sangat besar, bahkan bisa membatalkan keislaman seseorang jika sampai
ucapannya diyakini. (Lihat penjelasan tentang kufur dalam Kitabut Tauhid
Syaikh Shalih al-Fauzan hal. 15-17)
Lalu mengapa
kesalahan dalam pengucapan takbir di atas termasuk lafadz kekufuran? Dari
penjelasan Syaikh Masyhur di atas kita bisa menemukan jawabannya, yaitu karena
ketika kita mengucapkan takbir dengan “Aalloohu akbar”, maka itu menjadi bentuk
pertanyaan, yaitu bermakna “Apakah Allah Maha Besar?”. Maka ini adalah bentuk
keragu-raguan terhadap kebesaran Allah 'azza wa jalla. Begitu juga
dengan pengucapan “Alloohu aakbar”, ini juga sama maknanya yaitu menjadi pertanyaan
“Allah, apakah Dia Maha Besar?”. Ini juga adalah keragu-raguan akan
kebesaran Allah ta'ala.
Allah subhanahu
wa ta'ala berfirman:
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Rasul-rasul
mereka berkata: ‘Apakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’”
(QS. Ibrahim [14]: 10)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ
لَمْ يَرْتَابُوا
“Sesungguhnya
orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. al-Hujurat [49]: 15)
Sedangkan
jika kita mengucapkan takbir dengan “Alloohu akbaar”, maka artinya adalah “Allah
itu gendang/bedug”. Berarti mensifati Allah bukan dengan sifat-Nya, atau
kita telah menamai Allah bukan dengan nama-Nya. Maha Suci Allah dari
segala kekurangan dan cela. Maka hendaknya kita jangan sampai keliru dalam mengucapkannya,
karena akan terjatuh pada penyimpangan dalam masalah Nama-nama Allah dan Sifat-sifatNya.
Allah ta'ala telah berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ
يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Allah
memiliki nama-nama yang indah (Asmaul husna), maka berdoalah kepada Allah
dengan menyebut nama-namaNya, dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang (berbuat ilhad) dalam nama-namaNya. Mereka kelak akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf [7]: 180)
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini berkata:
وقوله: (وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا
كَانُوا يَعْمَلُو) أي: عقوبة وعذابا على إلحادهم في أسمائه، وحقيقة الإلحاد الميل
بها عما جعلت له. إما بأن يسمى بها من لا يستحقها، كتسمية المشركين بها لآلهتهم،
وإما بنفي معانيها وتحريفها، وأن يجعل لها معنى، ما أراده الله ورسوله، وإما أن
يشبه بها غيرها. فالواجب أن يحذر الإلحاد فيها، ويحذر الملحدون فيها.
“Firman
Allah: ‘dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang (berbuat ilhad) dalam
nama-namaNya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.’ Yaitu: hukuman dan siksa atas penyimpangan (ilhad) mereka
terhadap Nama-nama Allah. Hakikat ilhad adalah menyimpang dari yang
seharusnya ditetapkan. Entah itu dengan menjadikan asma’ul husna bagi yang
tidak berhak untuk dinamai dengannya, seperti penamaan kaum musyrikin dengan
nama-nama Allah untuk berhala-berhala mereka. Atau dengan meniadakan maknanya
dan menyalah-artikannya, atau dengan menjadikan padanya sebuah makna yang tidak
dikehendaki oleh Allah dan tidak juga Rasul-Nya, atau dengan menyerupakan
nama-nama Allah dengan nama selain-Nya. Maka wajib untuk mewaspadai
penyimpangan dalam asma’ul husna dan mewaspadai orang-orang yang menyimpang di
dalam masalah ini.” (Taisirul Karimirrahman fi Tafsir Kalamil Mannan
hal. 288)
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul
Muhsin al-Abbad al-Badr hafidzahumallah berkata:
إن مما يتأكد ملاحظته ورعايته والعناية به فيما يتعلق بأسماء الله الحسنى
أن يعلم أن الخطأ فيها ليس كالخطأ في أي اسم آخر، فهي أسماء للرب المجيد والخالق
العظيم، الخطأ فيها انحراف وضلال، والغلظ فيها زيغ وإلحاد، وهذا يستوجب من كل عاقل
ألا يتكلم فيها إلا بعلم، ولا يقرر شيئا يختص بها إلا بدليل من القرآن والسنة، ومن
خاض فيها بغير هذا ضل السبيل، إذ كيف يرام الوصول إلى تحقيق الأصول بغير ما جاء
النبي صلى الله عليه وسلم.
“Sesungguhnya merupakan hal yang
begitu penting untuk dicamkan dan diperhatikan dalam hal yang berhubungan dengan nama-nama Allah yang mulia
(asma’ul husna) yaitu agar diketahui; bahwasanya kesalahan di dalam (memahami) nama-nama Allah tidak sama
dengan kesalahan nama apapun selain nama Allah. Karena asma’ul husna adalah
nama-nama bagi Rabb yang Maha Mulia, dan Sang Pencipta yang Maha Agung. Kesalahan
di dalam asma’ul husna adalah sebuah penyimpangan dan kesesatan. Kekeliruan di
dalamnya adalah tindakan yang melenceng (zaigh) dan menyimpang (ilhad).
Sudah semestinya bagi setiap orang yang berakal untuk tidak berkata tentang
asma’ul husna kecuali dengan ilmu, juga tidak menyatakan sesuatu yang menjadi
kekhususan asma’ul husna kecuali dengan dalil dari al-Qur’an dan sunnah.
Barangsiapa yang berbicara dalam hal ini tanpa ilmu dan dalil, ia pasti
tersesat jalannya. Karena bagaimana mungkin ia bisa sampai pada pemahaman
akidah yang benar tanpa petunjuk dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Fiqhul Asma’il Husna hal. 66)
Syaikh Sa’id
bin Ali bin Wahf al-Qahthan hafidzahullah mengatakan bahwa di antara
bentuk penyimpangan (ilhad) dalam asma’ul husna adalah menamakan Allah dengan
nama yang tidak layak dengan kebesarannya, dan juga mensifati Allah dengan
hal-hal yang menunjukkan kekurangan. (Syarah Asmaul Husna hal. 27 -edisi
terjemah-)
Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah lalu maka dapat kita simpulkan bahwa pengucapan takbir
yang benar adalah اللهُ أَكْبَرُ “Alloohu akbar” (Allah Maha Besar),
dengan hanya memanjangkan huruf lam.
Sedangkan pengucapan
yang keliru yaitu آللهُ أَكْبَرُ “Aalloohu akbar”
(Apakah Allah Maha Besar?) memanjangkan huruf alif di lafadz "Allooh",
اللهُ آكْبَرُ “Alloohu aakbar”
(Allah, apakah Maha Besar?) memanjangkan huruf hamzah di lafadz "akbar",
اللهُ أَكْبَارُ “Alloohu akbaar” (Allah
itu gendang/bedug) memanjangkan huruf ba di lafadz "akbar".
Sampai di
sini, maka seorang muslim hendaknya benar-benar memperhatikan hal ini, agar
tidak terjatuh kepada kekeliruan fatal dalam pengucapan takbir, terutama para
imam shalat dan muadzin (orang yang adzan). Sehingga bukan menyebut kebesaran
Allah, namun justru melakukan penyimpangan dalam Nama-nama dan Sifat-sifat
Allah 'azza wa jalla.
Demikian,
semoga tulisan ini menjadi perhatian untuk kita semua. Semoga Allah subhanahu
wa ta'ala mengampuni lisan-lisan kaum muslimin yang tergelincir dalam
mengucapkan nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifatNya yang mulia.
Abu Ibrohim
Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.