Sebagaimana penjelasan para ulama, bahwa bid’ah adalah setiap
amalan yang diada-adakan dalam agama Islam yang tidak pernah ada tuntunannya
dari Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat
beliau radhiyallahu 'anhum, maka kita bisa mengetahui bahwa contoh-contoh
amalan bid’ah ada banyak sekali, baik menyangkut keyakinan, ucapan, ataupun
perbuatan. Amalan-amalan bid’ah harus ditinggalkan dan dijauhi, karena ia
adalah perbuatan dosa dan terlarang, meskipun nampak seperti ibadah, bahkan
meskipun dianggap baik dan diamalkan oleh banyak orang. Abdullah bin Umar radhiyallahu
'anhuma berkata:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, meski manusia melihatnya sebagai
sesuatu yang baik.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah 1/126
karya Imam al-Lalika’i rahimahullah - Maktabah Syamilah)
Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah berkata:
“Bid’ah dalam agama ada dua, yang pertama adalah bid’ah ucapan keyakinan,
seperti perkataan-perkataan Jahmiyah, Mu’tazilah, Rafidhah, dan semua kelompok
sesat beserta keyakinan-keyakinan mereka. Yang kedua adalah bid’ah dalam
ibadah, seperti peribadahan kepada Allah tanpa ada tuntunannya dari
syari’at, dan bid’ah jenis ini ada beberapa macam:
Jenis
pertama: yang terdapat pada prinsip pokok ibadah, yaitu dibuatnya sebuah
ibadah yang tidak ada tuntunannya dari syari’at. Seperti membuat shalat yang
tidak disyari’atkan, puasa yang tidak disyari’atkan, atau perayaan-perayaan
yang tidak ada syari’atnya semisal perayaan maulid Nabi dan selainnya.
Jenis
kedua: yang berupa tambahan pada ibadah yang disyari’atkan, seperti
umpamanya menambahkan raka’at kelima pada shalat dhuhur dan ‘ashar.
Jenis
ketiga: yang terjadi pada tata cara ibadah yang disyari’atkan, berupa
melaksanakannya dengan tata cara yang tidak disyari’atkan. Seperti mengamalkan
dzikir-dzikir yang disyari’atkan dengan serempak satu suara secara berjama’ah,
juga seperti dengan menahan nafas dalam ibadah-ibadah tertentu hingga keluar
dari tuntunan (sunnah) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jenis
keempat: mengkhususkan waktu tertentu untuk melaksanakan ibadah yang
telah disyari’atkan padahal waktunya tidak ditentukan oleh syari’at. Seperti
mengkhususkan waktu siang dan malam di pertengahan bulan Sya’ban untuk berpuasa
dan qiyamul lail (menghidupkan malam dengan ibadah). Secara asal puasa dan
qiyamul lail adalah disyari’atkan, namun menghkhususkannya di waktu-waktu
tertentu membutuhkan dalil.” (Kitabut Tauhid hal. 100-101)
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah mengatakan:
“Jenis-jenis bid’ah itu banyak, di antaranya adalah: (1) perayaan maulid Nabi
dan perayaan isra’ mi’raj, (2) tarian, tepuk tangan, dan memukul-mukul rebana
untuk mengiringi dzikir dengan suara keras, termasuk juga mengubah (penyebutan)
nama-nama Allah (dalam dzikir) seperti: Ah, Ih, Aah, Huwa, Hiya, (3) mengadakan
acara-acara kematian (seperti selamatan kematian -penj.), mengundang
para kyai untuk membacakan al-Qur’an setelah kematian, dan lain-lain.” (Taujihatun
Islamiyyah li Ishlahil Fardi wal Mujtama’ hal. 80)
Jadi sebagaimana penjelasan para ulama, bahwa setiap yang
tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para sahabat beliau radhiyallahu 'anhum dalam perkara agama, maka itu
adalah bid’ah yang harus ditinggalkan oleh kaum muslimin. Sebagaimana dikatakan
oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
“Adapun
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mereka mengatakan: ‘Pada setiap perbuatan ataupun
ucapan yang tidak datang dari sahabat radhiyallahu 'anhum adalah bid’ah.
Karena jika seandainya sebuah amalan itu baik, tentulah mereka para sahabat telah
mendahului kita dalam melakukannya. Karena mereka tidak meninggalkan satupun
jenis dari jenis-jenis kebaikan kecuali mereka telah bersegera untuk
mengamalkannya.’” (Tafsir al-Qur’anil Adhim 4/2574)
Sebagaimana pula dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu rahimahullah ketika membicarakan tentang peringatan maulid Nabi
bahwa perayaan ini tidak ada tuntunannya dari syari’at, beliau berkata:
“Sesungguhnya yang terjadi di banyak perayaan maulid Nabi tidak terlepas dari
kemungkaran, bid’ah dan pelanggaran-pelanggaran syari’at. Perayaan ini tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak
pula oleh sahabat beliau radhiyallahu 'anhum, tidak dilakukan oleh para
tabi’in, tidak pula oleh imam (madzhab) yang empat, tidak pula oleh selain
mereka dari tiga generasi terbaik umat ini, serta tidak ada dalil syar’i akan
peringatan maulid ini.” (Minhaj al-Firqatin Najiyah 107)
Sehingga dari penjelasan di atas,
kita mengetahui contoh-contoh yang lain dari amalan bid’ah, seperti:
Dalam
akidah (keyakinan): keyakinan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan kekal di
dalam neraka, mengingkari takdir Allah, keyakinan bahwa manusia dipaksa oleh
takdir, keyakinan bahwa para sahabat Nabi telah kafir, mengingkari sebagian
sifat-sifat Allah, keyakinan Allah ada dimana-mana, keyakinan Allah bersatu
dengan makhluk, keyakinan bahwa iman hanyalah keyakinan atau ucapan tanpa
perbuatan dan tidak bertambah ataupun berkurang, keyakinan yang
berlebih-lebihan terhadap orang shalih yang telah mati bahwa mereka bisa
memberikan manfaat dan menolak bahaya, dan keyakinan-keyakinan selainnya yang
tidak ada tuntunannya dari syari’at Islam.
Dalam
amal ucapan dan perbuatan: perayaan nuzulul Qur’an, acara Tahlilan, acara
Yasinan, adzan dan iqamah saat menguburkan mayit, shalawatan atau puji-pujian
antara adzan dan iqamah, shalat raghaib di bulan Rajab, salam-salaman dan
dzikir berjamaah dengan suara keras setelah shalat, dan amalan-amalan lainnya
yang tidak ada tuntunannya dari syari’at Islam.
Itulah di antara contoh-contoh bid’ah yang mungkin
sebagiannya masih banyak dipraktekkan di masyarakat kita. Bid’ah tetaplah
bid’ah meskipun manusia menganggapnya sebagai sesuatu yang baik, dan bahkan
meskipun mereka menghiasinya dengan perkataan-perkataan yang indah. Setiap
bid’ah adalah kesesatan yang harus dijauhi dan ditinggalkan.
Semoga Allah menunjukkan kepada kita bahwa yang benar adalah
benar dan kita dimudahkan untuk mengikutinya, serta semoga Allah menunjukkan
kepada kita bahwa yang salah adalah salah dan kita diberi kemudahan untuk
menjauhinya. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
--------
Abu
Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.