Seorang anak merasa
senang setelah mendapat gaji bulanannya yang ke sekian kalinya. Kali ini ia
bergembira karena telah merasa memiliki cukup simpanan di tabungannya, sehingga
ada sedikit dari gajinya yang bisa ia sisihkan untuk ia berikan kepada kedua
orang tuanya yang selama ini telah membesarkannya.
Ia pun pulang dari
perantauannya setelah tiba masa libur kerja. Hanya beberapa hari saja, tidak
lama. Beberapa hari yang bisa ia sempatkan dari sekian lama berpisah dengan
kedua orang tuanya. Kali ini ia baru sempat untuk berkunjung menemui orang
tuanya yang telah lama ia tinggalkan.
Sesampainya di rumah
orang tuanya, si anak menyalami bapak dan ibunya yang telah beranjak tua. Ia
pun berbahagia sekali bisa kembali melihat wajah kedua orang tuanya yang telah
merawatnya sejak bayi.
Ia tatap wajah keduanya, kini ia baru merasakan dan menyadari setelah beberapa lama berpisah dengan keduanya, ternyata memang nampak umurnya sudah semakin tua, kulitnya juga sudah semakin mengeriput, tangannya dilihatnya sudah semakin pucat, rambut ubannya juga semakin banyak saja, pembuluh darahnya begitu nampak di balik kulitnya, kekuatannya pun kelihatan lebih lemah dari sebelumnya.
Ia tatap wajah keduanya, kini ia baru merasakan dan menyadari setelah beberapa lama berpisah dengan keduanya, ternyata memang nampak umurnya sudah semakin tua, kulitnya juga sudah semakin mengeriput, tangannya dilihatnya sudah semakin pucat, rambut ubannya juga semakin banyak saja, pembuluh darahnya begitu nampak di balik kulitnya, kekuatannya pun kelihatan lebih lemah dari sebelumnya.
Dengan keadaannya
yang seperti itu, mereka dengan wajah berseri-seri menyambut kepulangan anaknya
dari perantauan, melepaskan kerinduan yang telah lama memenuhi sanubarinya
terhadap anak yang ia sayang.
Orang tua dan anak
itu pun hanyut dalam pembicaraan yang ramah dan santai penuh kegembiraan. Si
anak bercerita tentang sedikit kisahnya di tempat kerjanya selama mereka
berpisah. Senyuman dan rasa senang begitu terasa pada pertemuan mereka kala
itu. Tak lupa sang ibu pun memasakkan makanan kesukaan untuk anaknya itu.
Si anak begitu
menikmati liburannya di rumah kedua orang tuanya yang menyimpan berjuta-juta
kisah sejak ia lahir di sana. Hingga akhirnya terasa begitu cepat beberapa hari
ia lalui di rumah itu. Maka tiba waktunya ia harus kembali berpisah dengan
kedua orang tuanya. Ia harus kembali ke tempat kerjanya yang jauh di luar
kampung sana.
Demikianlah hampir
setiap anak itu pulang kampung, terasa benar kebahagiaan dalam perjumpaan
dengan orang tuanya dan juga saudara saudarinya. Sampai pada kepulangannya yang
ke sekian kalinya, saat si anak itu hendak kembali lagi, si anakpun berpamitan
pada orang tuanya, tak lupa ia selipkan di telapak tangannya beberapa lembar
rupiah dari gajinya, tidak banyak, hanya sedikit. Ia pun menghampiri ibunya,
hingga terjadilah pembicaraan di antara keduanya:
"Bu, ini ada sedikit buat
ibu."
"Oh nggak usah nak, nggak usah, buat
kamu aja, ibu sudah ada kok."
Demikianlah umumnya orang
tua, bagaimanapun keadaannya, mereka tak ingin merepotkan anak-anaknya. Berbeda
dengan anak, yang selalu mengeluh dan merengek kepada orang tuanya, bahkan
terkadang sampai ada yang marah-marah kepada mereka.
Si anak pun menatap
wajah ibunya, yang ia tak tahu sampai kapan lagi ia masih bisa melihatnya, ia
pun berkata:
"Nggak papa bu, kan pengen ngasih
sama orang tua."
"Lha emangnya kamu masih
punya?"
Ucapan ibunya ini menggetarkan
hati anaknya. Ternyata ibunya selalu mengkhawatirkan keadaannya, takut
kalau-kalau uang anaknya tidak cukup untuk biaya hidupnya yang jauh di sana.
Melihat anaknya pulang saja ia sudah merasa senang, tak perlu harus membawa
oleh-oleh ataupun pemberian uang. Ia tak mau menyusahkan anaknya yang ia
sayang.
"Udah bu, udah ada kok. Ni masih
banyak, insyaallah cukup kok." Sambil tersenyum dan menatap wajahnya
dalam-dalam ia meyakinkan sang ibu.
Sang ibu pun menimpali: "Terima
kasih ya..."
Degup kencang kembali
mengetarkan hatinya, oh tidak... Ucapan ini bahkan mengguncang hatinya.
Seumur-umur ia hidup bersama orang tuanya, ia rasa hampir-hampir tak pernah
sekalipun ia mengucapkan terima kasih kepada bapak ibunya. Namun sang ibu,
dengan jasa-jasanya yang amat besar dan tak terhitung, ia berterima kasih atas
pemberian yang sangat sedikit itu. Pemberian yang seolah-olah hanya setetes
dibandingkan air sumur tempat ibunya mengambil air untuk memandikannya,
mencebokinya, dan memberi ia minum.
Si anak pun merasa
malu dan begitu sangat terharu dengan sikap ibunya itu. Ia pun teringat betapa
kecilnya ia di hadapan orang tuanya, meskipun ia sudah bisa menafkahi dirinya
sendiri.
Kemudian kini tibalah
giliran ia untuk berpamitan kepada bapaknya yang seperti biasa, ada-ada saja
pekerjaan yang dikerjakan oleh bapaknya di rumah itu. Ia pun menghampiri
bapaknya. Sebagaimana kepada ibunya, ia menyelipkan sedikit lembar rupiah di
telapak tangannya dan memberikan kepada bapaknya.
Seraya bersalaman, ia
pegangi erat-erat tangan bapaknya itu, tangan yang selama ini telah
mengusahakan nafkah untuknya, tangan yang selama ini menggendongnya, mengusap
kepalanya, dan menyeka air mata tangis masa kecilnya...
"Pak, ini ada sedikit buat
bapak."
"Oh nggak usah nak, nggak usah,
buat kamu aja, bapak sudah ada."
Ternyata jawaban yang sama pun terucap
dari lisan bapaknya itu.
"Nggak papa pak, kan pengen ngasih
sama orang tua."
"Lha kamu udah ada?"
Lagi-lagi orang
tuanya ini menanyakan hal yang sama sebagaimana ditanyakan oleh orang tua yang
satunya tadi.
"Udah pak, udah ada kok."
Ia pun kembali berusaha meyakinkan orang
tua yang satunya itu.
"Ya udah, terima kasih."
Kata-kata itu kembali
terdengar dari orang tuanya. Betapa terharunya anak itu mendengar kata-kata tersebut.
Akhirnya ia pun berpamitan dan pergi kembali meninggalkan keduanya. Ia pun pergi
dengan membawa pelajaran yang sangat berharga dari kedua orang tuanya. Tentang
betapa besar perhatian dan kasih sayang orang tua kepada anaknya. Tentang
akhlak yang mungkin sebelumnya belum pernah ia dapatkan di bangku Sekolah
tempat ia belajar. Tentang rasa sayang, perhatian, cinta, ketulusan, sabar
dalam penantian, rasa syukur, mengutamakan orang lain, kebesaran hati, dan
hikmah perpisahan.
Semoga Allah menjaga
mereka dan menjaga bapak ibu kita. Pastinya masing-masing kita memiliki kisah bersama
orang tua kita yang bisa kita kenang dan kita ambil pelajaran berharga darinya.
Inilah kurang lebih yang
bisa kami kemas, dari secuil kisah antara orang tua dan anak. Kisah perpisahan
dan pertemuan yang memberikan banyak hikmah dan pelajaran.
Sahabat Abu
Darda radhiyallahu 'anhu pernah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
الوَالِدُ
أَوْسَطُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ، فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ البَابَ أَوْ
احْفَظْهُ
“Orang
tua adalah pintu surga yang di tengah. Jika kalian mau, sia-siakanlah pintu itu
atau jagalah.” (HR. at-Tirmidzi 1900, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihut
Tirmidzi 1900)
Semoga Allah
menjadikan kita termasuk anak-anak yang shalih dan shalihah yang selalu
berbakti kepada orang tua, baik ketika keduanya masih hidup maupun telah
meninggal dunia. Dan semoga Allah mengaruniakan kepada kita anak-anak yang
shalih dan shalihah yang menjadi penyejuk pandangan mata kita. Allahumma aamiin.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.