Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sebutan yang masyhur di
tengah-tengah kaum muslimin. Tak heran, karena memang Ahlus Sunnah wal Jama’ah
adalah sebuah nama yang disematkan kepada orang-orang atau kelompok yang berada
di atas jalan yang lurus dan selamat. Ia selamat dari perpecahan dan kesesatan
umat, bahkan ia selamat dari ancaman siksa api neraka yang menyala-nyala. Ahlus
Sunnah wal Jama’ah akan terus ada dan senantiasa ditolong oleh Allah hingga
akhir zaman. Namun mereka adalah orang-orang yang langka, karena mereka
benar-benar berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunnah, di saat yang lainnya
terjatuh ke dalam kubangan hawa nafsu dan kesesatan, sehingga mereka pun
menjadi orang-orang yang terasing.
Makna
Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Kata Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengacu pada istilah Sunnah
dan al-Jama’ah.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah
mengatakan: “Sunnah adalah jalan yang ditempuh, yang mencakup berpegang teguh
dengan apa yang dijalani oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dan al-Khulafa’ur Rasyidin yang berupa keyakinan, amalan, dan ucapan. Inilah
sunnah yang sempurna. Oleh karena itulah para ulama salaf terdahulu tidaklah
memutlakkan nama sunnah kecuali apa yang mencakup hal tersebut seluruhnya.” (Jami’ul
Ulum wal Hikam II/120)
Disebut Ahlus Sunnah karena kuatnya mereka dalam berpegang teguh
dan meneladani sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Disebut al-Jama’ah
karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan
agama, bersatu di bawah kepemimpinan para imam (yang berpegang teguh pada)
kebenaran, tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah
menjadi kesepakatan Salaful Ummah (umat di tiga generasi awal Islam, yaitu para
sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in -penj). (Mujmal Ushul Ahlis
Sunnah wal Jama’ah fil Aqidah hal. 6)
Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu
pernah mengatakan:
الجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ
وَحْدَكَ
“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran, meskipun engkau
sendirian.” (Al-Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ wal Hawadits hal. 20, lihat Wasathiyah
Ahlis Sunnah wal Jama’ah Bainal Firaq karya Syaikh Muhammad Bakarim hal.
94)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda
menjelaskan tentang al-Jama’ah, bahwasanya mereka adalah kelompok yang selamat:
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ
الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِيْ
النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah, bahwa orang-orang sebelum kalian dari kalangan
ahlul kitab telah terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan
sesungguhnya umat ini akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan;
tujuh puluh dua di neraka dan satu di surga, yang satu itu adalah al-Jama’ah.” (HR.
Abu Dawud 4599, Ibnu Majah 3993, dan Ahmad 16937, dinilai hasan shahih oleh
Syaikh al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 51, dan dihasankan
oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam tahqiq beliau pada Musnad Imam Ahmad)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً
وَاحِدَةً، قَالُوا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ
وَأَصْحَابِي
“Semuanya
di neraka kecuali satu golongan.” Para Sahabat bertanya: “Siapa yang satu golongan
itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka adalah yang aku dan para
sahabatku berada di atas (jalan)nya.” (HR. at-Tirmidzi 2641, dihasankan oleh
Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 5343)
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang berjalan
di atas jalannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat
beliau radhiyallahu 'anhum. (Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah
fil Aqidah hal. 6)
Lalu bagaimanakah pengamalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam
mengikuti jalan atau cara beragamanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dan para sahabat beliau? Mari kita simak pada karakteristik mereka
berikut ini!
Karakteristik
Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki karakteristik yang
merupakan ciri-ciri dan kekhususan mereka, serta menjadi keistimewaan mereka yang
membedakan dengan kelompok-kelompok sesat yang ada. Kita harus mengetahuinya
agar bisa mengamalkannya, sehingga bisa terhindar dari berbagai macam kesesatan.
Karena semua kelompok sesat yang ada adalah karena mereka menyelisihi jalannya
Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang lurus.
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
خَطَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيلُ اللهِ مُسْتَقِيمًا،
قَالَ: ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذِهِ السُّبُلُ
لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ. ثُمَّ
قَرَأَ: (وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا
السُّبُلَ)
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
menggaris sebuah garis dengan tangannya, kemudian bersabda: ‘Ini adalah jalan
Allah yang lurus.’ Kemudian beliau menggaris (dengan garis yang banyak) di
sebelah kanan dan kirinya, lalu bersabda: ‘Ini adalah banyak jalan, tidak ada
satu jalanpun kecuali di atasnya ada setan yang menyeru kepada jalan tersebut.’
Beliaupun membaca ayat: ‘Dan sungguh inilah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah! Janganlah kalian ikuti jalan-jalan (yang lain).’ (QS. al-An’am [6]: 153).” (HR. Ahmad 4437, dihasankan oleh
Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam tahqiq beliau atas hadits ini dalam al-Musnad)
Imam Malik rahimahullah berkata:
السُنَّةُ سَفِيْنَةُ
نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ
“Sunnah
adalah perahunya Nabi Nuh 'alaihissalam, siapa yang menaikinya ia
selamat, dan siapa yang berpaling darinya maka ia tenggelam.” (Tarikhu Dimasyq
14/9 karya Ibnu Asakir rahimahullah)
Syaikh Nashir bin Abdul Karim al-Aql hafidzahullah menyebutkan
tentang karakteristik atau keistimewaan-keistimewaan Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
yaitu:
Pertama:
Memiliki perhatian besar terhadap Kitabullah (al-Qur’an) dengan menghafalnya,
membacanya dan memahami tafsirnya. Juga perhatian besar terhadap hadits dengan
mengenalnya, memahaminya, dan memilah yang shahih dari yang cacatnya (lemah
atau palsu -penj). Karena keduanya adalah sumber pengambilan
syari’at. Demikian pula mereka mengiringi ilmu mereka tentang al-Qur’an dan
hadits tersebut dengan amal perbuatan.
Kedua:
Masuk ke dalam agama secara keseluruhan dan juga beriman kepada Kitabullah
secara keseluruhan. Sehingga mereka mengimani nash-nash (ayat dan hadits)
tentang janji dan nash-nash ancaman, mengimani nash-nash yang menetapkan sifat
bagi Allah dan nash-nash yang meniadakan sifat tertentu bagi Allah,
menggabungkan iman terhadap takdir dengan penetapan keinginan, kehendak, dan
perbuatan hamba, sebagaimana mereka menggabungkan antara ilmu dan ibadah,
kekuatan dan kasih sayang, serta menempuh sebab-sebab dan berlaku zuhud.
Ketiga:
senantiasa ittiba’ (meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)
dan meninggalkan bid’ah (perkara yang diada-adakan dalam agama), serta menjauhi
perpecahan dan perselisihan dalam agama.
Keempat:
senantiasa meneladani dan mengambil petunjuk dari para imam pembawa petunjuk
yang adil yang menjadi teladan dalam ilmu, amal, dan dakwah, dari kalangan para
sahabat Nabi dan orang-orang yang berjalan di atas jalan beragama mereka, serta
menjauhi siapa saja yang menyelisihi jalan mereka.
Kelima:
Bersikap pertengahan, yaitu pertengahan dalam masalah keyakinan di antara
kelompok-kelompok yang ekstrim dan kelompok-kelompok yang bermudah-mudahan.
Demikian pula dalam amalan dan akhlak, mereka pun pertengahan antara yang
menyulitkan diri dan yang meremehkan.
Keenam:
Bersemangat untuk menyatukan kaum muslimin di atas kebenaran dan mempersatukan
barisan mereka di atas tauhid dan ittiba’ (peneladanan terhadap Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam), serta menjauhkan segala macam sebab yang bisa
menjerumuskan kepada perselisihan dan perpecahan di antara kaum muslimin.
Oleh
karena itulah mereka tidak terbedakan atas umat dalam perkara pokok agama
dengan nama selain Sunnah dan al-Jama’ah. Tidak berloyalitas dan bermusuhan di
atas ikatan tertentu selain Islam dan Sunnah.
Ketujuh:
Selalu berdakwah mengajak kepada jalan Allah, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi
munkar, berjihad, menghidupkan Sunnah, melakukan pembaharuan dalam agama,
menegakkan syari’at dan hukum Allah baik dalam perkara yang kecil maupun besar.
Kedelapan:
Senantiasa adil, sehingga mereka lebih mengutamakan hak Allah ta'ala,
bukan hak pribadi ataupun kelompok. Karena inilah mereka tidak melampaui batas
dalam loyalitas dan tidak berlebihan dalam bermusuhan, serta tidak meremehkan
keutamaan siapa saja yang memiliki keutamaan, siapapun dia.
Kesembilan:
Bersesuaian dalam pemahaman dan sama dalam bersikap, meskipun adanya jarak dan
zaman yang saling berjauhan. Hal ini disebabkan karena buah dari persamaan
dalam sumber dan metode pengambilan dalil.
Kesepuluh:
Berbuat baik dan berkasih sayang, serta berakhlak baik kepada manusia
seluruhnya.
Kesebelas:
Melaksanakan nasehat kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum
muslimin, dan kaum muslimin secara umum.
Kedua
belas: Perhatian dengan urusan kaum muslimin, menolong mereka,
memenuhi hak-hak mereka, dan mencegah gangguan dari mereka. (Mujmal Ushul
Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Aqidah hal. 27-29)
Bukan
Sekedar Pengakuan
Setelah mengetahui karakteristik di atas, maka dari sinilah
kita mengetahui bahwa nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah bukanlah sekedar pengakuan.
Namun ia adalah wujud pengamalan dari pemahaman yang benar, yaitu meneladani
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau dan
berpegang teguh dengan pemahaman mereka dalam beragama. Seseorang meskipun ia
mengaku dirinya atau kelompoknya sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah, namun jika
cara beragamanya, keyakinan dan amalannya, begitu bertentangan dengan cara
beragamanya Rasulullah dan para sahabat beliau, maka pengakuannya itu hanyalah
sekedar omong kosong belaka. Sebagaimana perkataan yang masyhur:
“Semua
orang mengaku punya hubungan dengan Laila, namun Laila tidak mengakui punya
hubungan dengan mereka.”
Semoga kita dijauhkan dari termasuk ke dalam golongan orang-orang
yang hanya mengaku-ngaku saja sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah, namun keyakinan
dan amalannya bergelimang dengan kebid’ahan bahkan kesyirikan. Oleh karena itu
di sinilah pentingnya ilmu agama. Kita harus memahami cara beragama (Manhaj) yang
benar, kita juga harus memahami apa itu tauhid dan sunnah agar bisa mengamalkannya,
serta apa itu syirik dan bid’ah agar bisa meninggalkannya dan menjauhinya
sejauh-jauhnya. Jika kita jujur dan bersungguh-sungguh dalam mencari hidayah,
niscaya Allah pasti karuniakan kepada kita petunjuk meskipun di tengah
banyaknya kesesatan. Sehingga kita benar-benar berjalan di atas jalan yang
lurus, di atas jalan kebenaran, yaitu jalannya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu 'anhum.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا
“Orang-orang yang
bersungguh-sungguh mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan (menuju keridhaan) Kami.” (QS al-Ankabut [29]:
69)
Kita berdoa kepada
Allah 'azza wa jalla, semoga Allah menyatukan barisan kaum muslimin di
atas Manhaj dan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Allahumma aamiin.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.