Jika kita belum bisa berbuat baik
atau memberi manfaat kepada orang lain, maka paling tidak kita menahan diri
untuk tidak mengganggu orang lain. Inilah sebuah kalimat yang perlu kita
jadikan sebagai bahan renungan bagi kita bersama.
Bentuk Mengganggu Terkadang Tidak Disadari
Terkadang kita mengganggu orang lain
namun kita tak sadar, sebagai contoh: Buang sampah sembarangan, meludah atau
buang ingus sembarangan. Hal ini tentunya membuat orang yang melewatinya merasa
terganggu dengan baunya atau dengan pemandangan yang tidak mengenakkan, atau
minimalnya ia mengerutkan dahi karena merasa jijik. Termasuk juga kedaraan-kendaraan
yang diparkir sembarangan, sehingga sedikit atau banyak menghalangi jalan orang
yang lewat. Tapi ini masih mending, yang lebih parah lagi adalah yang sampai
membuat kemacetan, atau bahkan ada yang menutup jalan raya karena kepentingan
pribadi, semisal hajatan, walimahan, atau yang sejenisnya.
Padahal agama Islam telah mengajarkan
kita untuk menyingkirkan gangguan dari jalan, yang itu juga berarti kita
dilarang berbuat apapun yang bisa mengganggu orang lain atau pengguna jalan.
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم:
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا
قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Iman itu memiliki tujuh puluhan atau enam puluhan cabang, yang
paling utama adalah ucapan laa ilaaha illaallaah, sedangkan yang paling rendah
adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu adalah bagian dari keimanan.”
(HR. Muslim 35)
Ingatlah, pengguna jalan itu
bermacam-macam. Ada orang yang buru-buru mau berangkat kerja, ada yang sakit
cepat-cepat ingin berobat, ada juga yang buru-buru -maaf- kebelet ingin buang
air kecil/besar, lebih repot lagi kalau ada yang mepet mau melahirkan, apalagi
kalau ada ambulan yang harus ngebut keburu penumpangnya meregang maut. Kasihan kan
kalau harus lewat jalan yang lebih lama, apalagi kalau sampai muter balik
mencari jalan yang lain.
Ini baru dari satu sisi, yaitu perbuatan
mengganggu yang berhubungan dengan hak jalan. Belum lagi yang lain, semisal
suara-suara radio, televisi, sepeda motor, sampai ramainya orang yang ngobrol,
sehingga menimbulkan suara berisik yang mengganggu. Bahkan terkadang seorang
yang niatnya beribadah pun bisa mengganggu orang lain. Sebagai contoh orang
yang mengeraskan bacaan al-Qur’annya hingga mengganggu orang-orang di
sekitarnya yang sedang sholat, tidur istirahat ataupun sakit. Maka sudah
sepantasnya hal-hal seperti ini untuk dijauhi dan dihindari.
Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang
Lain
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ: الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu
'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Seorang muslim adalah yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan
tangannya.” (HR. Bukhari 10 dan Muslim 41)
Maka sebagai seorang muslim yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, dimana kita meyakini bahwa di hari Kiamat
nanti kita akan dimintai pertanggung jawaban atas setiap perbuatan kita,
hendaknya kita sadar untuk tidak mengganggu orang lain. Dan bagi yang lalai
atau lupa, agar ada saudaranya sesama muslim yang mengingatkannya dengan
nasehat yang baik. Karena nasehat juga termasuk bentuk menghilangkan atau
mencegah gangguan baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Sehingga di sinilah Islam begitu
nampak keindahannya, bahkan ada pahala yang besar menunggu orang-orang yang
berbuat baik menghilangkan gangguan, terlebih yang mengganggu bagi kepentingan
umum.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ
سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ
بَيْنَ الاِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِى دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ
عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ
الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خَطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ
وَتُمِيطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap persendian manusia wajib bersedekah tiap hari yang matahari terbit di
hari itu; engkau mendamaikan dua orang yang sedang berselisih adalah sedekah; engkau
membantu seseorang pada kendaraannya lalu engkau membantunya naik ke atasnya
atau menaikkan barang-barangnya itu sedekah; perkataan yang baik adalah
sedekah, setiap langkah menuju shalat itu sedekah, dan engkau menyingkirkan
gangguan dari jalan juga termasuk sedekah. (HR. Bukhari 2989 dan Muslim 1009)
Lihatlah bagaimana Nabi kita yang
mulia shallallahu 'alaihi wa sallam memberi tahu kepada kita bahwa
termasuk sedekah yang berpahala adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.
Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan bahwa perbuatan mulia ini menyebabkan
datangnya ampunan Allah 'azza wa jalla.
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِيْ بِطَرِيْقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيْقِ،
فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan,
tiba-tiba dia menemukan sebuah ranting berduri yang tergeletak di jalan,
kemudian dia menyingkirkannya, maka Allah berterima kasih kepadanya dan
mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 652 dan Muslim 1914)
Hubungan Erat Akidah dengan Akhlak
Dari pembahasan ini kita mengetahui
hubungan erat antara akidah (keimanan) dan akhlak seorang muslim. Dimana
seorang yang yakin bahwa ia akan ditanya tentang umurnya pada hari kiamat, ia
akan berusaha selalu berbuat baik dan meraih pahala sebanyak-banyaknya, sebagai
persiapan dalam perjalanannya menuju akhirat. Dia juga akan berusaha menjauhi
segala bentuk merugikan diri sendiri dan orang lain, karena ia yakin bahwa hal
tersebut akan menjadi penghambat atau penghalang baginya masuk ke dalam surga
Allah ta'ala.
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ
الأَسْلَمِيِّ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu
'anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba kelak di hari kiamat, hingga ia ditanya
tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya sudahkah ia amalkan,
tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemana ia membelanjakannya, dan
tentang badannya untuk apa ia gunakan.” (HR. at-Tirmidzi 2417, dishahihkan
Syaikh al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 126)
Maka ketika seorang itu telah beriman
dengan hari kiamat beserta apa saja yang akan terjadi setelah itu, ia menjadikan
akhlak yang baik sebagai bukti keimanannya kepada Allah dan hari akhir.
Inilah yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari Akhir, maka janganlah ia mengganggu tetangganya. Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan siapa
yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam.” (HR. Bukhari 6018 dan Muslim 47)
Sehingga ketika semakin besar keimanan
seseorang kepada Allah dan hari Akhir, maka akan semakin nampak buahnya dalam
perwujudan akhlaknya yang baik. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah sebaik-baik teladan bagi kita dalam masalah akhlak
yang baik, karena beliau adalah orang yang paling beriman kepada Allah, paling
takut kepada Allah, dan paling tahu serta paling yakin dengan hari Akhir.
Semoga kita bisa meneladani beliau shallallahu
'alaihi wa sallam dalam setiap kehidupan kita. Sungguh Allah ta'ala
telah berfirman memuji beliau:
وَإِنَّكَ لَعَلَى
خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sungguh engkau benar-benar
berada di atas akhlak yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4)
Semoga shalawat dan salam senantiasa
terlimpah kepada beliau, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman. Barakallahu fikum.
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.