(Ringkasan Faedah Tabligh Akbar bersama
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafidzahumallah di
Masjid Mujahidin, Perak, Surabaya, 27 Jumadil Ula 1438 H)
PENYEBUTAN TAWASSUL DALAM AL-QUR’AN
Setelah beliau memuji Allah subhanahu
wa ta'ala dan bershalawat atas Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam
beliau menyebutkan bahwa Allah ta'ala telah menyebutkan tentang tawassul
dalam al-Qur’an dalam dua tempat:
Yang pertama adalah perintah untuk bertawassul.
Allah sebutkan dalam Firman-Nya:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan dan carilah wasilah (jalan) untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung.”
(QS. al-Maidah [5]: 35)
Yang kedua adalah pujian terhadap pelakunya,
yang Allah sebutkan dalam Firman-Nya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ
مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu,
mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang
lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
siksa-Nya. sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”
(QS. al-Isra [17]: 57)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap
muslim untuk memperhatikan masalah ini baik dari segi ilmu maupun amal.
MAKNA TAWASSUL
Tawassul adalah thalabul qurbi minallah bifi’li ma
amara wa ta’atahu wajtinabu ma naha ‘anhu (طلب القرب من الله بفعل ما أمر وطاعته واجتناب ما نهى عنه), yaitu mencari kedekatan
kepada Allah dengan mengerjakan perintah-Nya dan mentaati-Nya, serta
menjauhi larangan-Nya.
CARA-CARA MENDEKATKAN DIRI (BERTAWASSUL)
KEPADA ALLAH
1. Tawassul
dengan Tauhid
Tawassul yang paling utama adalah
bertauhid (menjadikan Allah satu-satunya tujuan ibadah), karena tauhid adalah
perintah Allah yang terbesar. Tauhid adalah tujuan Allah menciptakan manusia,
sebagaimana dalam Firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Dan juga karena tauhid merupakan
pokoknya agama ini.
2. Tawassul
dengan Keikhlasan dalam Ibadah
Demikian juga yang termasuk tawassul
yang paling utama adalah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ta'ala.
Allah 'azza wa jalla berfirman:
وَمَا أُمِرُوا
إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“Padahal mereka tidak diperintah
kecuali untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah karena menjalankan agama
yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Dan amalan seseorang itu tidak akan
diterima (oleh Allah) kecuali dengan tauhid dan keikhlasan.
3. Tawassul
dengan Pokok Keimanan
Kemudian setelah orang itu bertauhid
dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah saja, tawassul yang paling utama
adalah melaksanakan pokok-pokok keimanan. Allah 'azza wa jalla
berfirman:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ
تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ
وَالنَّبِيِّينَ
“Kebaikan itu bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tapi kebaikan itu adalah orang
yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-Nya, kitab-kitabNya dan para
nabi.” (QS. al-Baqarah [2]: 177)
Dan amalan itu tidak akan diterima
tanpa disertai keimanan. Allah ta'ala berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ
أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ
وَبِرَسُولِهِ
“Tidak ada yang menghalang-halangi
untuk diterima infak mereka kecuali karena mereka itu kafir (ingkar) kepada
Allah dan Rasul-Nya.” (QS. at-Taubah [9]: 54)
4. Tawassul
dengan Melaksanakan Kewajiban Agama
Kemudian tawassul yang utama setelah
tauhid dan keikhlasan dalam ibadah serta keimanan, yaitu melaksanakan
kewajiban-kewajiban agama. Dan kewajiban yang paling besar adalah rukun Islam.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi bahwasanya Allah subhanahu
wa ta'ala berfirman:
وَمَا تَقَرَّبَ
إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri
kepada-Ku dengan yang paling aku cintai melebihi kewajiban-kewajiban yang telah
Aku tetapkan.” (HR. Bukhari 6502)
Demikian juga disebutkan dalam hadits
Jibril 'alaihissalam dan hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma
tentang Islam.
وَقَالَ: يَا
مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِى عَنِ الإِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم: الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ
رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً. قَالَ:
صَدَقْتَ.
Malaikat Jibril 'alaihissalam
berkata: “Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam!”, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab: “Islam adalah enkau bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah
utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan
haji ke baitullah jika engkau telah mampu melakukannya.” Malaikat Jibril pun
berkata: “Engkau benar”. (HR. Muslim 8)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: بُنِيَ
الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ
وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Islam itu dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa di
bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari 8 dan Muslim 16)
Maka merupakan keharusan bagi setiap
hamba untuk selalu memperhatikan kewajiban-kewajiban Allah yang telah Dia
tetapkan dan tidak menyia-nyiakannya.
5. Tawassul
dengan Menjauhi Larangan Allah
Kemudian tawassul yang utama adalah
menjauhi keharaman dan larangan-larangan Allah ta'ala. Allah subhanahu
wa ta'ala berfirman:
إِنْ تَجْتَنِبُوا
كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa
besar yang dilarang, maka Kami akan hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami
masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. an-Nisa’ [4]: 31)
Maksudnya adalah kita menjauhi
larangan-larangan Allah dan tidak mendekatinya. Maka seorang muslim hendaknya
bersemangat menjauhi dosa-dosa besar dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah, sehingga seorang muslim harus mengetahui berbagai macam dosa-dosa besar
dengan membacanya dari kitab-kitab para ulama. Dan kitab yang terbaik yang telah
ditulis oleh para ulama tentang dosa-dosa besar adalah kitab “Al-Kabair” karya
Imam adz-Dzahabi rahimahullah.
6. Tawassul
dengan Amalan Sunnah
Kemudian tawassul yang utama adalah
bersemangat dalam mengamalkan amalan-amalan sunnah, sebagaimana disebutkan
dalam lanjutan hadits qudsi yang telah lalu:
وَمَا يَزَالُ
عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ
بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ
سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan
diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku pun mencintainya. Dan
apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi penuntun pendengarannya yang
ia gunakan untuk mendengar, pandangannya yang ia gunakan untuk melihat,
tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia gunakan untuk
berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku pasti akan Aku beri, dan jika ia meminta
perlindungan kepada-Ku pasti akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari 6502)
Karena amalan-amalan sunnah akan
membuat seorang hamba senantiasa dalam penjagaan Allah dan perhatian-Nya. Ia
akan senantiasa ditolong oleh Allah dalam pendengarannya, pengelihatanya, dan
juga ucapannya. Sehingga amalan-amalan sunnah termasuk sebab terbesar seseorang
diangkat derajatnya oleh Allah 'azza wa jalla. Akan tetapi tidak boleh
bagi seorang hamba menjadikan perhatiannya terhadap amalan sunnah lebih besar
daripada amalan-amalan yang wajib.
Kemudian seorang hamba harus
mengetahui bahwa segala kebaikan hanya ada di sisi Allah dan atas keutamaan
dari-Nya. Allah ta'ala berfirman:
وَأَنَّ الْفَضْلَ
بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Dan bahwa karunia itu ada
di tangan Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar.” (QS. al-Hadid [57]: 29)
Bersambung...
_____________
Dicatat oleh Abu Ibrohim Ari bin
Salimin
Selesai disalin pada hari Senin 14 Dzul
Qa’dah 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.