Saudara-saudariku kaum muslimin dan muslimah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah ta'ala.
Tujuan Hidup Kita Adalah untuk Beribadah
Sebagai seorang manusia, kita menjalani kehidupan di dunia
ini semenjak dilahirkan hingga kita meninggal dunia. Kita pun menjalani
aktifitas kehidupan sebagaimana makhluk hidup yang lainnya. Hanya saja Allah
membedakan kita dengan makhluk lainnya, Allah subhanahu wa ta'ala
menciptakan kita untuk satu tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk mentauhidkan-Nya,
dengan beribadah hanya kepada-Nya saja. Dalam ayat yang insyaallah tak
asing lagi bagi kita, Allah ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku
menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS.
adz-Dzariyat [51]: 56)
Sehingga hendaknya setiap diri melihat kepada
masing-masing perbuatannya selama ini, sudahkah ia menyibukkan kesehariannya
dengan beribadah kepada Allah, ataukah justru lebih banyak memperhatikan
dunianya, sehingga ia terlalu sibuk dengan berbagai macam urusan dunia hingga
memalingkannya dari tujuan penciptaannya.
Manusia Tidak Tahu Bagaimana Beribadah
Kemudian, ketika kita telah mengetahui bahwa tujuan hidup
kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta'ala, maka kini muncul
pertanyaan: “Bagaimanakah cara kita beribadah kepada Allah 'azza wa jalla?”
Mengingat sebagai manusia kita lahir dalam keadaan bodoh dan tidak tahu
apa-apa, dan kita pun tidak mungkin sok tahu dengan membuat-buat atau
menerka-nerka bentuk ibadah kepada Allah tanpa bimbingan dari-Nya. Maka kita
pun membutuhkan bimbingan agar bisa beribadah dengan benar.
Allah Mengutus Rasul-Nya untuk Menjelaskan Cara Beribadah Kepada-Nya
Dari sinilah Allah subhanahu wa ta'ala mengutus
Rasul-Nya, untuk menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah ta'ala.
Dialah Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat kita
cintai bersama. Maka Allah pun mengutus beliau dengan bimbingan wahyu dari-Nya.
Allah pun telah menurunkan al-Qur’an kepada beliau sebagai petunjuk bagi manusia.
Sehingga tidaklah beliau bertindak dan berkata menyampaikan agama, kecuali
berdasarkan wahyu dari Allah ta'ala. Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman:
وَمَا
يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keingingannya,
melainkan ia adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm [53]:
3-4)
Rasulullah Telah Menyampaikan Secara Sempurna
Kemudian Nabi kita yang mulia shallallahu 'alaihi wa
sallam telah menyampaikan agama ini dengan sangat baik dan sempurna. Hingga
Allah pun berfirman:
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku
sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atasmu dan telah
Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (QS. al-Maidah [5]: 3)
Maka tidak ada satu
kebaikan pun kecuali telah dijelaskan, dan tidak ada satu keburukan pun kecuali
telah dijelaskan pula oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Semua telah beliau sampaikan dengan sempurna tanpa tersisa. Salah seorang
sahabat yang mulia, Abu Dzar radhiyallahu 'anhu pernah berkata:
تَرَكَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِيْ الْهَوَاءِ، إِلَّا
وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا، قَالَ: فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ويُبَاعِدُ مِنَ
النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah
meninggalkan kita, tidaklah seekor burung mengepak-epakkan kedua sayapnya di
udara kecuali beliau telah menyebutkan ilmunya.” Abu Dzar radhiyallahu 'anhu
melanjutkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah
bersabda: “Tidak tersisa sedikitpun apa-apa yang mendekatkan ke surga dan
menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian.” (HR.
ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir 1647, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1803)
Ibadah
Kita Hanya Mengikuti Tuntunan Rasulullah
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
قُلْ إِنْ
كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah (wahai
Nabi Muhammad): "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3]:
31)
Maka kita sebagai umat Islam, sebagai hamba Allah, sebagai
umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kita hanya beribadah
kepada Allah dengan apa yang telah Allah wahyukan kepada Nabi-Nya, yang
kemudian telah beliau ajarkan dan sampaikan kepada kita. Sehingga ibadah
kita pun hanya dengan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Maka kita tidak boleh beribadah dengan amalan yang tidak pernah
diajarkan atau dicontohkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam,
bahkan dengan jelas beliau melarang perkara yang diada-adakan dalam agama. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang
tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim
1718)
Sahabat al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu
pernah berkata:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا
مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ
فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ
فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ
فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
shalat mengimami kami, kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan
nasihat yang sangat menyentuh, membuat mata-mata menangis dan hati-hati pun
bergetar. Maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah
nasehat perpisahan, maka apa yang engkau pesankan kepada kami?’ Beliau pun
berpesan: ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu bertakwa kepada Allah, dan
selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin kalian) meskipun ia adalah seorang
budak dari negeri Habasyah, sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih
hidup setelahku, maka ia akan melihat perpecahan yang banyak, maka berpegang
teguhlah dengan sunnah (ajaran)ku dan sunnahnya al-Khulafa`ur Rasyidin yang
mendapat petunjuk, penganglah ia erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi geraham.
Dan jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap
yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.’” (HR.
Abu Dawud 4609, Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahihul Jami’is Shaghir 2549)
Mengikuti
Tuntunan Nabi Adalah Keselamatan dan Berpaling darinya Adalah Kebinasaan
Ibnu Wahb berkata: Dahulu kami sedang berada di sisi Imam
Malik, kemudian aku menyebut tentang sunnah, maka Imam Malik rahimahullah
berkata:
السُنَّةُ سَفِيْنَةُ
نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ
“Sunnah adalah perahunya Nabi Nuh 'alaihissalam, siapa
yang menaikinya ia selamat, dan siapa yang berpaling darinya maka ia
tenggelam.” (Tarikhu Dimasyq 14/9 karya Ibnu Asakir rahimahullah)
Oleh karena itulah, mengikuti sunnah (ajaran/tuntunan) Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dalam beragama adalah kewajiban setiap muslim, dan ia
adalah keselamatan. Sebaliknya, siapa yang tidak mengikuti sunnah, maka ia
pasti terjatuh ke dalam bid’ah. Sedangkan mengikuti bid’ah atau perkara yang
diada-adakan dalam agama yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah larangan, kesesatan, dan bahkan kebinasaan. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
وَشَرَّ الْأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ
فِيْ النَّارِ
“Seburuk-buruk perkara adalah perkara
yang diada-adakan, dan setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan
setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR.
an-Nasa`i 1578 dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ish
Shaghir 1353(
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah bersabda
mengingatkan kita agar selalu berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunnah,
sehingga kita tidak akan tersesat:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ
لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهمُاَ: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى
يَرِدَا عَلَيَّ الحَوْضَ
“Aku meninggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian tidak
akan tersesat selama berpegang teguh dengan keduanya: Kitabullah (al-Qur’an)
dan Sunnahku (ajaranku), keduanya tidak akan berpisah hingga mendatangiku di
telaga.” (HR. al-Hakim 319, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul
Jami’ish Shaghir 2937)
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu
berkata:
اِتَّبِعُوْا وَلَا تَبْتَدِعُوْا
فَقَدْ كُفِيْتُمْ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Ikutilah sunnah dan jangan membuat bid’ah, sesungguhnya kalian
telah dicukupi. Setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Diriwayatkan oleh Abu
Khaitsamah dalam al-Ilmu no. 54, lihat Ilmu Ushulil Bida’ karya
Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafidzahullah hal. 20)
Az-Zuhri Imamnya para Imam dan selainnya dari para ulama
umat rahimahumullah mengatakan:
عَلَى اللهِ البَيَانُ
وَعَلَى الرَّسُوْلِ البَلَاغُ وَعَلَيْنَا التَّسْلِيْمُ
“Allah yang menjelaskan, kewajiban Rasulullah adalah
menyampaikan, sedangkan kewajiban kita adalah menerima sepenuhnya.” (Aqidatus
Salaf wa Ashabil Hadits 190, lihat Hayatus Salaf Bainal Qauli wal Amal
karya Syaikh Ahmad bin Nashir ath-Thayyar hafidzahullah hal.27)
Ibnu Aun rahimahullah berkata ketika sakaratul maut:
السُنَّةَ السُنَّةَ،
وَإِيَّاكُمْ وَالبِدَعَ
“Sunnah,
sunnah (berpegang teguhlah dengannya), dan jauhilah bid’ah!” (Beliau
mengucapkannya) sampai meninggal dunia. (Syarhus Sunnah 126-129, Lihat Hayatus
Salaf Bainal Qauli wal Amal karya Syaikh Ahmad bin Nashir ath-Thayyar hafidzahullah
hal. 36)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
إِذَا وَجَدْتُمْ
فِيْ كِتَابِيْ خِلَافَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَقُوْلُوْا
بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَدَعُوْا مَا قُلْتُ
“Jika engkau mendapatkan dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi
sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan
sunnah Rasulullah dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Shifatush
Shafwah 2/556, Lihat Hayatus Salaf Bainal Qauli wal Amal karya
Syaikh Ahmad bin Nashir ath-Thayyar hafidzahullah hal. 39)
As-Sari as-Saqati rahimahullah berkata:
قَلِيْلٌ فِيْ سُنَّةٍ
خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرٍ فِيْ بِدْعَةٍ
“Sedikit
di dalam sunnah adalah lebih baik daripada banyak tapi dalam kebid’ahan.”
(Shifatush Shafwah 2/627, Lihat Hayatus Salaf Bainal Qauli wal Amal
karya Syaikh Ahmad bin Nashir ath-Thayyar hafidzahullah hal. 41)
Bahkan Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:
مَنْ اِبْتَدَعَ فِيْ
الإِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صلى الله
عليه وسلم خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللهَ يَقُوْلُ: {اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِيْنَكُمْ} فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا، فَلَا يَكُوْنُ اليَوْمَ دِيْنًا
“Siapa yang membuat bid’ah dalam Islam, dan ia menganggapnya
sebagai perbuatan yang baik, maka ia telah mengaku bahwa Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah,
karena Allah telah berfirman: {Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kalian agama kalian}. Maka apa yang pada hari itu bukan termasuk bagian
dari agama, begitu juga pada hari ini tidak termasuk bagian dari agama.” (Al-I’tisham
1/65, lihat Nurus Sunnah wa Dhulumatul Bid’ah hal 47 karya Syaikh Sa’id
bin Wahf al-Qahthan rahimahullah)
Demikianlah ucapan para ulama kaum
muslimin di zamannya dalam berpegang teguh dengan sunnah dan menjauhi bid’ah. Kita
harus meninggalkan dan menjauhi amalan yang diada-adakan dalam agama yang tidak
ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan meskipun
diamalkan oleh banyak manusia dan mereka memandangnya sebagai sebuah kebaikan. Sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua dan
menjadikan kita selalu berada di atas jalan sunnah Nabi-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam hingga kita meninggal dunia. Allahumma aamiin.
--------
Abu
Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.