Sudah menjadi ketetapan Allah bahwa orang yang berdakwah
mengajak kepada kebenaran pasti akan mendapatkan ujian dalam dakwahnya, baik
itu dari diri sendiri maupun orang lain. Mereka pun mendapatkan permusuhan dari
orang-orang yang bodoh ataupun para pengikut dan penyeru kebatilan. Sehingga
banyak di antara manusia yang kemudian melemparkan tuduhan palsu, mencela, dan
memusuhi, bahkan memerangi para penyeru kebaikan, terutama kepada para ulama.
Hal ini terjadi ketika para ulama dan para penyeru kebaikan menjelaskan tentang
hakikat kesyirikan dan kebid’ahan serta bahayanya bagi umat.
Maka seyogyanya kita mengetahui dan merenungkan, bahwa ketika
para ulama bangkit menjelaskan tentang tauhid dan sunnah serta seruan untuk
menegakkannya, juga menjelaskan tentang syirik dan bid’ah serta seruan untuk
meninggalkannya, bukanlah itu menunjukkan bahwa para ulama itu membenci kaum
muslimin dan ingin memerangi mereka. Tentunya tidak, justru ketika mereka
menjelaskan ini tauhid dan ini syirik, ini sunnah dan ini bid’ah, itu
menunjukkan bahwa para ulama menyayangi umat Islam. Mereka ingin agar kaum
muslimin kembali kepada agama yang benar, kembali kepada tauhid dan sunnah, kembali
kepada ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang
diamalkan oleh para sahabat beliau radhiyallahu 'anhum. Para ulama tidak
ingin kaum muslimin jatuh ke dalam kesyirikan yang merupakan dosa besar yang
paling besar, juga tidak ingin kaum muslimin jatuh ke dalam perbuatan bid’ah
sehingga amalan pelakunya tak diterima oleh Allah ta'ala.
Maka yang demikian itu adalah usaha mereka dalam membela
dan melestarikan kemurnian agama Islam ini sesuai dengan kesempurnaannya dan
keindahannya. Karena syarat diterimanya amal seorang muslim adalah dengan
Tauhid dan Ittiba’. Maka para ulama ingin agar Allah menjadi satu-satunya Tuhan
yang diibadahi, dan agar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menjadi satu-satunya manusia yang diikuti dalam mewujudkan peribadahan kepada
Allah ta'ala.
Oleh karena itulah, justru alangkah mulianya perbuatan
para ulama dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik dari
kalangan para penyeru kebaikan. Bahkan mereka adalah bukti bahwa Allah menjaga
agama ini, karena dengan sebab mereka Allah menjaga keaslian Al-Qur’an dan
Sunnah, baik dari segi lafadz maupun makna, serta pemahaman dan penjelasan atau
tafsirnya. Sebagaimana Firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah
yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an dan Sunnah) dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr [15]: 9)
Sungguh orang-orang
yang mencela dan memusuhi para ulama, mereka adalah orang-orang yang bodoh,
para pengikut kebatilan, dan pembela serta penyebar kesesatan. Adalah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
pernah mengatakan: “Maka segala puji hanya milik Allah 'azza wa jalla
yang telah menjadikan pada setiap masa yang kosong dari para Rasul, pewaris
yang terdiri dari ulama yang berdakwah dan mengajak orang yang sesat kepada
hidayah. Mereka tabah dan sabar menghadapi bermacam-macam tantangan dan ujian
untuk menghidupkan mereka yang mati hatinya dengan Kitabullah dan dengan cahaya
Allah 'azza wa jalla, menjadikan terbuka mata mereka yang buta. Sehingga
tidak sedikit dari mereka yang (hatinya) telah mati terbunuh oleh Iblis kembali
dihidupkan, dan banyak dari mereka yang sesat dan kebingungan kembali mendapat
petunjuk. Alangkah baik warisan mereka untuk manusia, tetapi sebaliknya,
sungguh buruk penerimaan sebagian manusia terhadap warisan mereka. Para ulama
itu telah tampil menolak manipulasi Kitabullah yang dilakukan oleh mereka yang
berlebih-lebihan, dan mencegah pemalsuan orang-orang yang berkecimpung dalam
kebatilan, serta menolak ta’wil terhadap Kitabullah yang diperbuat oleh
orang-orang bodoh yang mengibarkan bendera bid’ah dan melepaskan tali pengikat
fitnah. Mereka adalah orang-orang yang berselisih tentang Kitabullah sekaligus
menyelisihinya. Mereka bersepakat untuk memisahkan diri dari Kitabullah dengan
membahas tentang Allah dan tentang Kitabullah tanpa ilmu. Mereka menyampaikan
pendapat dan ucapan yang mengandung syubhat yang membingungkan dan mengecoh
orang-orang awam. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah orang-orang yang
sesat.” (lihat Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya ustadz
Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah hal. 12-13)
Semoga Allah menjaga para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan menolong
mereka serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik untuk terus
berdakwah menegakkan agama ini, dan semoga Allah memberi hidayah kepada kaum
muslimin, dan menjaga mereka dari kesesatan dan dari orang-orang yang mengajak
kepada kesesatan.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ
مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى
إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا
فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari para hamba-Nya
sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga
ketika Allah tidak lagi menyisakan seorang ulama pun, manusia mengangkat
orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian
mereka pun berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka pun sesat dan menyesatkan.”
(HR. Bukhari 100 dan Muslim 2673)
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.