Melihat satu titik putih yang ada di lembaran hitam, atau satu titik hitam di lembaran putih, mata kita fokus tertuju pada satu titik itu. Mata kita pun mengabaikan warna lain yang begitu luas itu dibanding dengan titik tersebut. Mungkin seperti inilah gambaran untuk ungkapan yang telah masyhur dalam bahasa kita: "Semut di ujung lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak."
Kadangkala ketika terjadi konflik dengan suami/istri kita, kita marah, dan kita selalu fokus hanya memikirkan kekeliruannya saja. Senantiasa kita memikirkan itu sehingga kekeliruannya nampak begitu besar, padahal sebenarnya itu kecil, sedangkan kebaikannya begitu banyak. Hingga kebaikan yang banyak itu pun seolah terkubur dengan sedikit kekeliruannya. Padahal wajar, sebagai manusia pasti memiliki kekurangan atau melakukan kekeliruan, bukankah kita juga demikian? Selagi kekeliruan itu masih bisa ditolerir, maafkanlah. Lihatlah sisi kelebihannya yang begitu banyak. Ingatlah, dia adalah pasangan hidup kita yang senantiasa membersamai kita dalam suka dan duka.
Terkadang pula ketika kita
merasa tersakiti oleh orang lain, masalah sebenarnya atau masalah utamanya
bukanlah pada orang lain itu, tapi ada pada diri kita sendiri saja yang terlalu
fokus dengan hal tersebut. Padahal mungkin dia hanya menganggapnya biasa, tak
sengaja, atau tak bermaksud menyakiti kita. Namun kita terlalu mudah
tersinggung, atau begitu mudah berburuk sangka. Bahkan meskipun benar ia ingin
menyakiti kita, bisa jadi juga itu disebabkan oleh diri kita sendiri. Tak
pernahkah kita berfikir bahwa itu disebabkan karena dosa-dosa kita? Dosa-dosa
kita kepada Allah yang begitu banyak, sehingga Allah menghukum kita melalui
orang tersebut, membuat dia menjadi berani kepada kita.
Allah subhanahu wata'ala
berfirman:
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syura [42]: 30)
Fudhail bin Iyadh rahimahullah
berkata:
إِنِّيْ لَأَعْصِي اللهَ فَأَعْرِفُ ذَلِكَ
فِيْ خُلُقِ حِمَارِيْ وَخَادِمِيْ وَامْرَأَتِيْ وَفَأْرِ بَيْتِيْ.
“Sungguh aku benar-benar bermaksiat kepada Allah, maka
aku mengetahui akibat (buruknya) pada perubahan perilaku keledai tungganganku,
pembantuku, istriku, dan munculnya tikus di rumahku.” (Al-Bidayah wan
Nihayah, jilid 1 hlm. 215)
Semoga Allah mengaruniakan
kepada kita sifat pemaaf. Semoga Allah memaafkan kesalahan-kesalahan kita.
----------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.