عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
(( الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ
كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا
الْجَنَّةُ ))
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umrah yang satu ke
umrah berikutnya merupakan penebus kesalahan di antara keduanya, dan haji
mabrur itu tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari 1773 dan
Muslim 1349)
Haji dan umrah adalah
merupakan ibadah mulia yang tidak setiap muslim Allah berikan kemampuan untuk
melaksanakannya. Bahkan haji adalah salah satu di antara rukun Islam yang lima.
Berbahagialah orang-orang yang dikaruniai kemampuan untuk melaksanakannya,
karena ada pahala yang besar di sana.
Dosa-dosa yang Diampuni
Imam an-Nawawi rahimahullah
ketika menerangkan hadits di atas dalam “Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim” 4/122
berkata: “Dalam hadits ini nampak keutamaan umrah, bahwasanya umrah itu
menghapuskan dosa-dosa di antara dua umrah.” Adapun untuk dosa-dosa yang
diampuni maka Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan di
dalam kitab “Fathul Bari” 3/699 bahwa dosa-dosa yang dimaksud adalah dosa-dosa
kecil tanpa dosa-dosa besar. Ini
adalah kabar gembira dari rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
karena tentunya betapa banyak dosa-dosa yang berguguran ketika orang itu
melaksanakan umrah, dimana setiap manusia pasti memiliki dosa-dosa.
Makna Haji Mabrur
Tentang makna haji
mabrur, Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Pendapat yang benar
dan yang terkenal, yaitu bahwa haji yang mabrur adalah haji yang tidak
tercampuri dengan dosa. Ini diambil dari kata “al-Birr” yang bermakna taat. Dikatakan
bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima, dan di antara tanda diterimanya
adalah kembalinya seseorang kepada kebaikan sebagaimana mestinya, bukan kembali
kepada perbuatan dosa. Ada yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang
tidak tercampuri riya (ingin pamer) di dalamnya. Ada juga yang mengatakan haji
mabrur adalah haji yang tidak diiringi dengan dosa. Namun dua makna terakhir
ini masuk pada dua makna yang pertama. Dan makna “tidak ada balasan baginya
kecuali surga” adalah bahwasanya tidak akan dikuranginya balasan bagi pelaku
haji yang berupa dihapuskannya sebagian dari dosa-dosanya, bahkan ia wajib
untuk masuk surga. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim 4/122)
Dari penjelasan
Imam an-Nawawi rahimahullah di atas, kita bisa melengkapi makna haji
mabrur dengan menyertakan dalil-dalil yang ada, dan kita dapat menyimpulkan
bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima, yang baik dan tidak tercampuri
dengan riya dan dosa-dosa, serta kembalinya seseorang kepada kebaikan. Maka
haji yang mabrur adalah haji yang memenuhi beberapa hal sehingga menjadi haji
yang diterima oleh Allah ta'ala dan berbalas surga:
1.
Ikhlas dan
mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Iklas dalam beramal dan mengikuti tuntunan rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah syarat diterimanya amal. Imam Ibnu Katsir ketika
menafsirkan ayat 110 dalam surat al-Kahfi mengatakan: “‘Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabbnya’ yaitu (mengharap) pahala dan balasan
kebaikan dari Allah, ‘hendaknya ia beramal shalih’ yaitu amalan yang
sesuai dengan syariat Allah, ‘dan janganlah ia berbuat syirik dalam beribadah
kepada Rabbnya’ yaitu amalan yang dengannya hanya mengharap wajah Allah saja
yang tiada sekutu bagi-Nya. Inilah dua rukun amalan yang diterima, yaitu harus
ikhlas hanya untuk Allah saja dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at
rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” (Tafsir al-Qur’anil Adhim
hal. 1753)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah
bersabda:
لِتَأْخُذُوا
مَنَاسِكَكُمْ
“Ambillah (dariku) tata cara manasik haji
kalian!” (HR. Muslim 1297)
2.
Tidak
mencampurinya dengan perbuatan dosa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ هَذَا
الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa
yang berhaji ke Baitullah, lalu tidak berkata keji dan kotor serta tidak
berbuat kemungkaran, maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dia
dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari 1819 dan Muslim 1350)
3.
Kembali
kepada kebaikan
Yaitu seseorang kembali melakukan kebaikan-kebaikan
setelah melaksanakan haji atau sepulang darinya, bukan malah melakukan keburukan-keburukan.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَمَنْ يَقْتَرِفْ
حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Dan
siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada
kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
(QS. asy-Syura [42]: 23)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika sampai pada
penjelasan ayat ini di dalam kitab tafsirnya berkata:
قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ:
إِنَّ مِنْ ثَوَابِ الْحَسَنَةِ الْحَسَنَةُ بَعْدَهَا وَإِنَّ مِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ
السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Sebagian
ulama salaf berkata: ‘Sesungguhnya termasuk balasan kebaikan adalah kebaikan
yang dilakukan setelahnya, dan termasuk balasan keburukan adalah keburukan yang
dilakukan setelahnya.’” (Tafsir al-Qur’anil Adhim hal. 2521)
Sampai di sini kita
mengetahui betapa bahagianya orang yang dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk
berhaji dan umrah, serta ia bisa melaksanakan ibadah manasiknya dengan sebaik-baiknya,
sehingga semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah 'azza wa jalla
dan mendapat balasan berupa ampunan dan surga-Nya. Semoga Allah menjadikan kita
termasuk ke dalam golongan tersebut. Allahumma aamiin.
--------Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.