Makna Syahadat Muhammad Rasulullah
Syahadat yang kedua
adalah syahadat Muhammad Rasulullah (persaksian bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah). Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
seorang hamba dan rasul (utusan) Allah yang mendapat wahyu dari-Nya. Allah mengutus
beliau untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada seluruh umat manusia, dan
beliau adalah utusan Allah yang terakhir, beliau adalah penutup para Nabi dan
Rasul 'alaihimussalam.
Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman:
مَا
كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ
وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu bukanlah bapak dari
seseorang di antara kalian, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para
Nabi.” (QS. al-ahzab [33]: 40)
Allah 'azza wa jalla
juga telah berfirman:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا
“Dan Kami tidak mengutus engkau (wahai
Nabi Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan.” (QS. Saba’ [34]: 28)
Ketika seseorang
menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
Rasulullah, maka konsekuensinya (keharusannya) adalah:
1.
Mentaati apa yang beliau
perintahkan
Alhamdulillah semua yang diperintahkan baik oleh Allah
ta'ala maupun oleh rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah kebaikan. Oleh karenanya jika ada perintah Allah dan Rasul-Nya, maka
kita harus mentaatinya meskipun hal itu bertentangan degan hawa nafsu kita,
karena di dalamnya pasti mengandung kebaikan, dan kita harus yakini itu
meskipun kita belum tahu kebaikan apakah itu. Allah ta'ala berfirman:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ
وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah (wahai Nabi Muhammad); ‘Taatilah Allah dan
Rasul.’ Jika mereka berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai
orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran [3]: 32)
فَلَا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sebelum
mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.
an-Nisa’ [4]: 65)
2.
Membenarkan apa yang beliau kabarkan
Apa yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam jika datang dari hadits-hadits yang telah tetap berasal
dari beliau, maka
kita harus mempercayainya dan mengimaninya. Ini adalah kewajiban, karena beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berkata kecuali berdasarkan wahyu
dari Allah 'azza wa jalla. Allah ta'ala berfirman:
وَمَا
يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan
tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. an-Najm [53]:
3-4)
Dan banyak perkara-perkara ghaib yang telah beliau
kabarkan; seperti tentang Malaikat, Jin, kehidupan setelah kematian, hari Kiamat,
nikmat surga, siksa neraka dan yang lainnya, maka kita harus mempercayai
kebenarannya tanpa keraguan sedikitpun.
3.
Menjauhi apa yang beliau larang
Alhamdulillah semua yang dilarang baik oleh Allah ta'ala
maupun oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah keburukan.
Oleh karenanya jika ada larangan Allah dan Rasul-Nya, maka kita harus meninggalkannya
dan menjauhinya meskipun hawa nafsu kita menginginkannya, karena di dalamnya
pasti mengandung keburukan, dan kita harus yakini itu meskipun kita belum tahu keburukan
apakah itu. Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”
(QS. al-Hasyr [59]: 7)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ
وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
“Apa yang aku larang bagi kalian maka jauhilah, dan
apa yang aku perintahkan pada kalian maka laksanakanlah semampu kalian,
sesungguhnya kebinasaan orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya
pertanyaan mereka dan penyelisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (HR.
Muslim 1337)
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah bersabda:
كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوْا:
يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ
عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.”
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah siapakah yang enggan?” beliau menjawab:
“Siapa yang mentaatiku maka ia masuk surga, dan siapa yang tidak mau mentaatiku
maka ia telah enggan.” (HR. Bukhari 7280)
4.
Tidak beribadah kepada Allah kecuali hanya
dengan mengikuti tuntunan (syari’at) beliau shallallahu 'alaihi
wa sallam
Sebagai manusia, kita diciptakan untuk beribadah
kepada Allah ta'ala, sedangkan kita tidak tahu cara beribadah kepada
Allah ta'ala tanpa bimbingan wahyu dari-Nya. Maka Allah pun mengutus
Rasul-Nya dengan membawa wahyu untuk menjelaskan bagaimana cara kita beribadah
kepada Allah ta'ala. Oleh karena itulah kita tidak boleh beribadah
kecuali hanya dengan mengikuti tuntunan/ajaran Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Bahkan ketika seseorang beribadah tanpa ada tuntunan
dari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam maka ibadahnya tertolak dan
tidak akan diterima oleh Allah 'azza wa jalla.
عَنْ
عَائِشَةَ رضي الله عنها عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ أَحْدَثَ
فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Dari Aisyah radhiyallahu
‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan agama kami ini yang tidak ada tuntunannya, maka amalan
tersebut tertolak.” (HR. Bukhari 7349 dan Muslim 1718)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Berpegang
teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnahnya al-Khulafa`ur Rasyidin yang mendapat
petunjuk, peganglah ia erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Dan
jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap
yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.’” (HR.
Abu Dawud 4609, Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahihul Jami’is Shaghir 2549)
Jadi makna syahadat Muhammad Rasulullah (persaksian bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah) yaitu seseorang mengucapkan dengan lisannya dan meyakini
seyakin-yakinnya dengan hatinya bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah hamba Allah dan utusan-Nya kepada seluruh umat manusia, dan
bahwa beliau adalah penutup para Nabi dan Rasul, tidak ada lagi Nabi ataupun
Rasul sesudah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Seorang muslim harus
mengamalkan konsekuensi dari syahadat ini sebagai perwujudan dari mentaati,
mengikuti (ittiba’), dan mencintai beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam kitab Syarh Ushulil Iman
halaman 9-10 mengatakan: “Kesaksian bahwa tidak ada yang berhak diibadahi
dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah,
merupakan keyakinan yang mantap yang diungkapkan dengan lisan dalam persaksian
(dua syahadat) ini, seakan-akan dengan kemantapannya itu orang yang bersaksi
dapat menyaksikannya.
Syahadat (persaksian) ini dijadikan satu rukun padahal yang dipersaksikan
itu ada dua hal, ini dikarenakan rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah penyampai dari Allah, sehingga kesaksian bahwa Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam adalah hamba Allah dan utusan-Nya merupakan kesempurnaan
dari persaksian laa ilaaha illallaah, tidak ada sesembahan yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah. Bisa juga dikarenakan kedua syahadat
ini adalah dasar bagi benar dan diterimanya setiap amalan. Maka sebuah amalan
tidak akan benar dan tidak akan diterima kecuali dengan keikhlasan hanya karena
Allah dan juga mutaba’ah (mengikuti) tuntunan rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
Maka dengan keikhlasan
terwujudlah syahadat laa ilaaha illallaah (persaksian bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah), dan dengan
mengikuti tuntunan rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terwujudlah
syahadat Muhammad ‘abduhu warasuluh (persaksian bahwa Nabi Muhammad
adalah hamba dan utusan Allah).”
Saudara dan saudariku kaum muslimin dan muslimah, ketika kita telah memahami
dua kalimat syahadat ini dan mengamalkan konsekuensi dari kandungannya serta
berpegang teguh dengannya, maka ketahuilah bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
مَا مِنْ
أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang bersaksi
dengan jujur dari dalam hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
melainkan Allah haramkan ia dari api neraka.” (HR. Bukhari 128)
Salah seorang ulama
salaf yang bernama Sufyan bin Uyainah rahimahullah pernah mengatakan:
مَا أَنْعَمَ
اللهُ عَلَى العِبَادِ نِعْمَةً أَفْضَلَ مِنْ مَعْرِفَتِهِمْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ، فَإِنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ لَهُمْ فِيْ الآخِرَةِ كَالْمَاءِ فِيْ
الدُّنْيَا
“Tidaklah Allah memberi nikmat
yang lebih besar kepada seorang hamba melebihi pengetahuannya tentang laa
ilaaha illallaah, karena sesungguhnya laa ilaaha illallaah bagi
mereka di akhirat kelak seperti air di dunia.” (Hilyatul Auliya 7/272, lihat Mawa’idzush
Shalihina wash Shalihat karya Syaikh Hani al-Hajj hafidzahullah hal.
58)
Semoga
Allah 'azza wa jalla memudahkan kita dalam mengamalkan dan berpegang
teguh dengan dua kalimat syahadat ini hingga akhir hayat kita. Aamiin yaa
Rabbal ‘aalamiin.
Referensi:
- Al-Qur’anul Kariim dan
terjemahnya.
- Aqiidatuka Ayyuhal Muslim karya Syaikh Abdurrahman bin
Muhammad Musa Alu Nashr hafidzahullahu warahima abihi.
- Syarh Ushulil Iman karya Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
- Syarh Tsalatsatil Ushul karya Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
- Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
karya ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah
- Penjelasan Tiga Landasan Utama karya Syaikh Shalih
al-Fauzan hafidzahullah, disusun oleh Ustadz Muflih Safitra hafidzahullah
- Mawa’idzush Shalihina wash Shalihat karya Syaikh Hani al-Hajj hafidzahullah
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.