Kalimat laa ilaaha
illallaah memiliki syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang yang
mengucapkannya agar bisa mendapatkan keutamaan yang begitu agung, yaitu masuk
ke dalam surga dan dijauhkan dari neraka. Barangsiapa yang hilang darinya satu atau
lebih dari syarat-syarat yang ada, maka kalimat tauhid ini tidak memberi
manfaat baginya. Berdasarkan al-Qur’an dan hadits, para ulama menjelaskan bahwa
syarat-syarat kalimat laa ilaaha illallaah ada tujuh, yaitu: ilmu, yakin,
ikhlas, jujur, cinta, tunduk patuh, dan menerima. Sebagaimana hal ini
diungkapkan dalam sebuah sya`ir oleh ulama yang bernama Hafidz bin Ahmad al-Hakami
rahimahullah dalam Mandzumah Sullamul Wushul di
bait yang ke 92-95:
وَبِشُرُوْطٍ
سَبْعَةٍ قَدْ قُيِّدَتْ وَفِيْ نُصُوْصِ الْوَحْيِ حَقًّا وَرَدَتْ
فَإِنَّهُ
لَمْ يَنْتَفِعْ قَائِلُهَا بِالنُّطْقِ إِلَّا حَيْثُ يَسْتَكْمِلُهَا
العِلْمُ
وَاليَقِيْنُ وَالْقَبُوْلُ وَالْاِنْقِيَادُ فَادْرِ مَا أَقُوْلُ
وَالصِّدْقُ
وَالْإِخْلَاصُ وَالْمَحَبَّهْ وَفَّقَكَ اللهُ لِمَا أَحَبَّهْ
“Dengan tujuh syarat kalimat laa ilaaha
illallaah itu diikat. Dalil-dalinya
telah datang dalam teks wahyu (al-Qur’an
dan Sunnah).
Sesungguhnya laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat bagi yang
mengucapkannya, kecuali jika ia memenuhi syarat-syaratnya dengan
sempurna.
(Yaitu) ilmu, yakin, menerima, dan
tunduk patuh, maka ketahuilah apa yang aku katakan.
(Serta) jujur, Ikhlas, dan cinta. Semoga Allah melimpahkan taufik
kepadamu kepada apa yang Dia cintai.”
Kunci Surga Adalah Laa ilaaha
illallaah Beserta Syaratnya
Tentang syarat-syarat
laa ilaaha illallaah ini ada sebuah riwayat dari salah seorang ulama yang
bernama Wahb bin Munabbih rahimahullah:
قِيْلَ لِوَهْبِ
بْنِ مُنَبِّهِ: أَلَيْسَ مِفْتَاحُ الجَنَّةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ؟ قَالَ: بَلَى!
وَلَكِنْ لَيْسَ مِنْ مِفْتَاحٍ إِلَّا وَلَهٌ أَسْنَانٌ، مَنْ أَتَى البَابَ بِأَسْنَانِهِ
فٌتِحَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ البَابَ بِأَسْنَانِهِ لَمْ يُفْتَحْ لَهُ
Dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah:
“Bukankah kunci surga itu laa ilaaha illallaah?” Beliau menjawab: “Benar, tapi
bukankah setiap kunci itu ada geriginya? Barangsiapa mendatangi pintu dengan
kuncinya yang ada geriginya maka pintu akan terbuka untuknya, dan siapa yang
mendatangi pintu dengan kuncinya tapi tak ada geriginya maka pintu itupun tak
akan bisa terbuka untuknya.” (Hilyatul Auliya 4/66, lihat Mawa’idhush
Shalihina wash Shalihat karya Syaikh Hani al-Hajj hal. 252)
Yang dimaksudkan oleh
Wahb bin Munabbih rahimahullah dengan kunci adalah kalimat laa ilaaha
illallaah, dan yang dimaksud dengan gerigi adalah syarat-syarat laa ilaaha
illallaah dan tentunya termasuk dua rukunnya. Artinya setiap orang yang
mengucapkan laa ilaaha illallaah memang berkesempatan masuk surga, namun ia
baru akan masuk surga jika memenuhi syarat-syarat dari kalimat laa ilaaha
illallaah, jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi maka ia belum bisa dikatakan
meraih kesempatan masuk surga dan dijauhkan dari neraka.
Oleh karena itulah betapa
pentingnya kita mengetahui syarat-syarat laa ilaaha illallaah yang tujuh ini,
lalu bagaimanakah penjelasannya? Semoga pembahasan berikut ini bisa membuat
kita paham sehingga kita bisa mengamalkannya dan memperoleh keutamaannya.
Pertama: Ilmu
Yang pertama adalah
mengilmui kalimat laa ilaaha illallaah, yaitu mengetahui makna yang terkandung
di dalam kalimat ini dan mengamalkannya. Maka makna laa ilaaha illallaah adalah
tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah. Sehingga kalimat ini mengandung
konsekuensi mengesakan Allah ta'ala dalam peribadahan kita dan meninggalkan
segala bentuk kesyirikan.
Inilah yang terkandung
dalam dua rukun laa ilaaha illallaah, yaitu meniadakan (an-Nafyu) dan
menetapkan (al-Itsbat). Maksudnya adalah meniadakan seluruh peribadahan kepada
selain Allah dan menetapkan ibadah hanyalah hak Allah semata, tidak kepada
selain-Nya.
Lawan dari ilmu adalah
bodoh (tidak tahu), maka orang yang tidak tahu makna laa ilaaha illallaah
bagaimana ia bisa mengamalkan keharusan dari kalimat laa ilaaha illallaah ini
dengan benar?! Bahkan kemungkinan terbesarnya ia pasti terjatuh ke dalam berbagai
macam bentuk kesyirikan.
Tentang syarat pertama
ini, para ulama membawakan dalil:
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Ketahuilah bahwasanya tidak ada
yang berhak diibadahi kecuali Allah.” (QS. Muhammad [47]: 19)
إِلَّا
مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Akan tetapi (orang yang
dapat memberikan syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan
mereka mengilmuinya.” (QS. az-Zukhruf [43]: 86)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang meninggal dunia dan
ia mengilmui bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah, maka ia masuk surga.” (HR. Muslim 27)
Kedua: Yakin tanpa ragu-ragu
Maksudnya yaitu kita
harus yakin seyakin-yakinnya tanpa keraguan sedikitpun bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah ta'ala. Siapa
yang ragu-ragu dengan keyakinan ini maka ucapan laa ilaaha illallaah tidak
bermanfaat baginya. Allah ta'ala berfirman:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
“Sesungguhnya orang-orang beriman
yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian
mereka tidak ragu-ragu.” (QS. al-Hujurat [49]: 15)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
مِنْ نَفْسٍ تَمُوتُ وَهِيَ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي
رَسُولُ اللهِ، يَرْجِعُ ذَاكَ إِلَى قَلْبٍ مُوْقِنٍ، إِلَّا غَفَرَ اللهُ لَهَا
“Tidak ada satu jiwapun yang
mati dan ia bersaksi bahwa bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah
dan bahwa aku adalah utusan Allah disertai dengan keyakinan dalam hati, kecuali
Allah pasti mengampuninya.” HR. Ahmad 21998, dinilai shahih oleh Syaikh Syu’aib
al-Arnauth rahimahullah dalam tahqiq beliau terhadap Musnad Ahmad)
Ketiga: Ikhlas tanpa berbuat
kesyirikan
Ikhlas
yaitu meniatkannya hanya karena Allah ketika mengucapkan dan mengamalkan laa
ilaaha illallaah tanpa sedikitpun mencampurinya dengan kesyirikan, baik syirik
kecil seperti riya (beramal agar dilihat manusia karena ingin dipuji) dan
sum’ah (beramal agar didengar manusia karena ingin dipuji), ataupun syirik
besar dengan menujukan amalan kepada selain Allah; seperti berdoa, menyembelih,
meminta rizki, dan meminta keselamatan dari bencana kepada selain Allah. Allah ta'ala
telah berfirman:
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَنْ
يُوَافِيَ عَبْدٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
يَبْتَغِيْ بِهِ وَجْهَ اللهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Tidak akan datang seorang
hambapun di hari Kiamat yang mengucapkan laa ilaaha illallaah karena mengharap
wajah Allah (ikhlas), melainkan Allah haramkan api neraka atasnya.” (HR.
Bukhari 6423)
Siapa yang berbuat
kesyirikan, maka ia belum memenuhi syarat ikhlas, kalimat laa ilaaha illallaah
tidak bermanfaat baginya, dan ia diancam tidak bisa masuk ke dalam surga
kecuali jika bertaubat sebelum meninggalnya. Allah 'azza wa jalla
berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
barangsiapa berbuat kesyirikan, maka Allah mengharamkan baginya surga dan
tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim itu
seorang penolong pun.” (QS. al-Maidah [5]: 72)
Keempat: Jujur
Jujur adalah seseorang
berucap sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya, sedangkan dusta adalah
apabila tidak sama antara lisan dan hatinya. Siapa yang tidak jujur, maka ia
terluput dari keutamaan laa ilaaha illallaah, sebagaimana orang-orang munafik
di zaman Nabi, mereka berdusta dengan persaksiannya. Allah telah berfirman
tentang mereka:
إِذَا
جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ
لَكَاذِبُون
“Apabila orang-orang munafik
datang kepada engkau (Muhammad), mereka berkata: ‘Kami mengakui bahwa engkau
adalah Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya;
dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.”
(QS. al-Munafiqun [63]: 1)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا
مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang bersaksi
dengan jujur dari dalam hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
melainkan Allah haramkan ia dari api neraka.” (HR. Bukhari 128)
Kelima: Cinta
Yaitu
mencintai kalimat tauhid ini dan apa yang menjadi kandungan dan konsekuensinya,
juga mencintai orang-orang yang mengamalkan kandungannya. Dalil syarat ini
adalah Firman Allah ta'ala:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ
اللَّهِ
“Dan di antara manusia ada
orang yang menyembah selain Allah sebagai tandingan. Mereka mencintainya
seperti mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar
cintanya kepada Allah.” (QS. al-Baqarah [2]: 165)
Keenam: Tunduk patuh
Yaitu tunduk dan
mematuhi segala hukum yang terkandung dalam kalimat syahadat, dengan beribadah
kepada Allah semata, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta
menjalankan syari’at agama-Nya. Dalilnya adalah Firman Allah ta'ala:
وَمَنْ
يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Dan barangsiapa tunduk
berserah diri kepada Allah, dan ia orang yang berbuat kebaikan, maka
sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh.” (QS.
Lukman [31]: 22)
Ketujuh: Menerima
Yaitu menerima dengan
sepenuh hati kalimat laa ilaaha illallaah, dengan mengikhlaskan ibadah hanya
untuk Allah dan meninggalkan peribadahan kepada selain-Nya, serta berpegang
teguh dan ridha dengan kalimat ini. Karena ada orang-orang yang mengakui
kebenaran Islam dan kebenaran kalimat laa ilaaha illallaah namun ia menolak
untuk masuk Islam; baik karena fanatik pada ajaran nenek moyangnya, seperti
paman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Abu Thalib; atau karena sombong;
ambisi kekuasaan; takut kehilangan harta dunia; dan semisalnya. Siapa yang
mengucapkan kalimat tauhid tapi tidak mau menerima dan mentaati konsekuensi
kalimat ini, maka ia adalah orang yang sombong. Allah ta'ala berfirman:
إِنَّهُمْ
كَانُوْا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوْ آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallaah’ mereka menyombongkan
diri, dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami haarus meninggalkan
sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?’” (QS. ash-Shaffat
[37]: 35-36)
Demikian ketujuh syarat
dari kalimat laa ilaaha illallaah, ada juga ulama yang menambahkan
syarat-syarat ini satu lagi sehingga menjadi delapan, yaitu berlepas diri dari
segala bentuk kesyirikan. Semoga kita bisa mendapatkan keutamaan masuk ke dalam
surga dan dijauhkan dari siksa api neraka sejauh-jauhnya.
Referensi:
- Aqiidatuka Ayyuhal Muslim karya Syaikh Abdurrahman bin
Muhammad Musa Alu Nashr hafidzahullahu warahima abihi
- Aqidatut Tauhid karya Syaikh
Shalih al-Fauzan hafidzahullah
- Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
karya ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah
- Penjelasan Tiga Landasan Utama karya Syaikh Shalih
al-Fauzan hafidzahullah, disusun oleh Ustadz Muflih Safitra hafidzahullah
- Sullamul Wushul karya Hafidz
bin Ahmad al-Hakami rahimahullah
- Mawa’idzush Shalihina wash Shalihat karya Syaikh Hani al-Hajj hafidzahullah
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.