عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ: تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا
وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wanita itu
dinikahi karena empat sebab; karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan
agamanya. Maka utamakanlah agamanya niscaya engkau akan beruntung.” (HR.
Bukhari 5090 dan Muslim 1466)
Sesungguhnya pernikahan
adalah salah satu bagian yang mulia dari kehidupan seorang muslim. Betapa
tidak, Allah subhanahu wa ta'ala telah menyebutnya sebagai perjanjian
yang kuat dalam al-Qur’an.
وَأَخَذْنَ
مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS.
an-Nisa’ [4]: 21)
Dengan pernikahan, kisah
cinta yang halal antara sepasang manusia laki-laki dan perempuan bermula.
Dengan pernikahan, akan
terwujud sebuah kepemimpinan baru dalam istana rumah tangga.
Dengan pernikahan, akan
muncul sebuah generasi baru yang diharapkan selalu memakmurkan dunia.
Dengan pernikahan, akan
diraih begitu banyak kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Pernikahan adalah sarana
meraih kebahagiaan hati, kedamaian sejati, ketenangan jiwa, kebersamaan yang
mesra, dan rasa cinta yang menghujam ke dalam sanubari di antara pasangan suami
istri.
Betapa banyak ibadah
yang tak mungkin dilakukan kecuali oleh orang-orang yang menikah. Betapa agung
pahala yang dijanjikan bagi orang-orang yang menikah. Dan betapa besar peran
perubahan dalam kebaikan yang tak terwujud kecuali dengan pernikahan.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
تَزَوَّجَ فَقَدْ اِسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإِيْمَانِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْ النِّصْفِ
الْبَاقِي
“Barangsiapa menikah, ia telah melengkapi
separuh imannya, maka bertakwalah kepada Allah pada separuh sisanya.” (HR.
ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath 7647, dihukumi hasan lighairihi
oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 6148)
Namun ada hal yang penting
untuk diperhatikan bagi mereka yang akan memulai rumah tangga, khususnya dalam
memilih pasangan. Yaitu bahwa rumah tangga yang bahagia hanyalah akan terwujud
jika dibangun di atas dasar agama Islam yang mulia.
Agama Adalah Prioritas Paling Utama
Hadits di atas dengan
jelas menunjukkan akan pentingnya agama yang harus pertama didahulukan ketika
seseorang memilih calon istri. Karena apabila seorang istri agamanya buruk,
maka tiga kriteria sebelumnya tak akan berarti apa-apa, karena akan terkubur
dengan buruknya agamanya.
Sebaliknya, jika seorang
istri memiliki agama yang baik, dalam artian dia adalah wanita shalihah, maka
ia akan menjaga hak-hak dan kewajiban dalam rumah tangganya, dia akan
bermuamalah dengan suami, anak-anak, dan keluarganya dengan didasari ilmu agama
dan rasa takutnya kepada Allah ta'ala. Bahkan pergaulannya sehari-hari
akan semakin terhiasi dengan akhlak Islami yang mulia yang muncul dari kekuatan
akidahnya. Jadilah ia seorang istri yang taat pada suami, selalu
menghormatinya, senantiasa menghiburnya, siap menerima dan bersyukur dengan
keadaannya, menyayanginya, memperhatikannya, mengingatkan kekeliruannya, dan
sikap-sikap baik yang lainnya. Dari sinilah akan tercipta keluarga bahagia yang
di dalamnya didapati peran saling tolong menolong dalam mentaati Allah 'azza
wa jalla.
Hadits yang sedang kita
bahas ini juga menunjukkan bahwa pada umumnya kriteria dari seorang wanita yang
akan dijadikan istri adalah karena empat sebab tersebut. Tentunya seorang
lelaki akan memilih pasangannya dengan kriteria yang sebaik mungkin. Namun jika
ia lelaki shalih, maka ia akan selalu mengutamakan agama sang wanita, karena
inilah yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Artinya ketika ia mendapati ada calon istri yang meskipun kaya, cantik, dan
berkedudukan atau baik nasabnya namun jelek atau kurang baik agamanya, maka ia
akan mencari calon yang lain yang baik agama dan akhlaknya meskipun tiga
kriteria sebelumnya biasa-biasa saja. Karena ia yakin bahwa sumber kebahagiaan
rumah tangganya ada pada agamanya.
Sehingga dari sini kita
bisa mengambil pelajaran, bahwa bagi wanita mana saja yang menginginkan untuk
mendapatkan pasangan yang shalih, hendaknya dia menjadikan dirinya sebagai
pribadi yang shalihah. Karena seorang yang shalih akan selalu memilih pasangan
yang shalihah, begitu pula sebaliknya. Dan memang demikianlah apa yang Allah
firmankan dalam al-Qur’an bahwa shalih dan shalihah akan saling berpasangan:
وَالطَّيِّبَاتُ
لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik (pula).” (QS. an-Nur [24]: 26)
Jika
seseorang yang telah menikah ternyata masih mendapati pasangannya kurang baik
agamanya, maka hendaknya ia agar lebih menshalihkan diri lagi, sehingga semoga
Allah akan menjadikan pasangannya menjadi pasangan yang shalih/shalihah. Dan
jika masih belum juga, maka yakinlah bahwa itu adalah ujian dari Allah yang
harus ia hadapi dengan kesabaran dan tawakkal, sehingga semoga Allah segera
memberikan hidayah kepada pasangannya atau segera memberikan jalan keluar yang
terbaik untuknya.
Standar Keshalihan
Dalam
agama Islam, tugas atau perintah memilih pasangan yang shalih bukan hanya
ditujukan kepada laki-laki saja namun juga kepada perempuan. Ketika ada seorang
laki-laki yang baik agama dan akhlaknya datang melamar kepada seorang wali,
maka hendaknya ia menerimanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ
تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ
فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ
“Jika datang
kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah
ia, jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi bencana di bumi dan juga
kerusakan.”(HR. at-Tirmidzi 1085, dinilai hasan lighairihi oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahihut Tirmidzi 1085)
Sekarang
bagaimanakah standar baiknya agama seseorang? Kita harus tahu agar tidak salah
dalam menentukan keputusan.
1.
Bertauhid dan berakidah lurus
Tauhid adalah seseorang beribadah
hanya kepada Allah ta'ala saja dan menjauhi kesyirikan. Bahkan tauhid
inilah yang menjadi tujuan kehidupan manusia dan menjadi pondasi dasar bagi
semua akidah dan bangunan agama Islam. Allah ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka hanya beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Sedangkan akidah yang lurus
adalah keimanan yang kuat terhadap Allah dan apa yang wajib diimani dalam
al-Qur’an dan Hadits, sesuai dengan apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi radhiyallahu
'anhum. Tidak mungkin seseorang dikatakan shalih jika ia masih mengerjakan
kesyirikan dan memiliki keyakinan-keyakinan (akidah) yang menyimpang dari
syari’at Islam. Maka tauhid dan akidah seseorang harus dijadikan standar utama
dalam menentukan pasangan.
2.
Bertakwa dengan melaksanakan
kewajiban dan menjauhi perbuatan dosa
Takwa merupakan perwujudan
dari keshalihan seseorang, dimana seseorang yang shalih adalah dia yang
bertakwa, yaitu dia yang selalu berusaha menjalankan apa yang Allah perintahkan
dan menjauhi apa yang Allah larang.
3.
Berakhlak baik
Akhlak baik juga merupakan
perwujudan dari akidah yang baik. Karena seseorang yang beriman dengan keimanan
yang kuat kepada Allah dan hari akhir, dia yakin bahwa ia akan dimintai
pertanggung-jawaban atas perbuatannya pada hari kiamat kelak, pasti dia akan
berusaha berakhlak baik dengan menjauhi perbuatan yang buruk dan memperbanyak
kebaikan kepada hamba-hamba Allah yang lain. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya, dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik
kepada istrinya.” (HR. at-Tirmidzi 1162, dinilai hasan shahih oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 1923)
4.
Mengamalkan sunnah-sunnah
Rasul
Seseorang yang rajin
mengamalkan sunnah-sunnah Rasul juga merupakan tanda keshalihannya. Apalagi
ketika ia berusaha menghidupkan ajaran Nabi yang banyak ditinggalkan oleh
manusia, meskipun ia menjadi terasing di tengah masyarakatnya, maka akan
semakin nampak keshalihannya.
5.
Selalu menuntut ilmu agama
Seseorang yang sering atau
selalu menuntut ilmu agama menunjukkan kepeduliannya terhadap agamanya. Maka
ini merupakan tanda keshalihan seseorang. Baik dengan bentuk rajin datang ke
majelis ilmu, mendengarkan ceramah-ceramah, membaca buku dan artikel, ataupun
belajar secara khusus di lembaga pendidikan Islam.
6.
Mudah menerima nasehat
Sikap seseorang yang mudah
menerima nasehat, apalagi ketika ia terjatuh ke dalam kekeliruan, menunjukkan
akan hatinya yang baik dan menghendaki kebaikan, dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ
الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat sekerat daging, jika ia
baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan jika ia buruk maka buruk pula seluruh
tubuhnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari 52 dan Muslim 1599)
Tak diragukan lagi bahwa keenam hal di atas adalah tanda-tanda keshalihan
yang jelas dan nampak pada diri seseorang, baik laki-laki maupun perempuan,
maka perhatikanlah.
Demikianlah seorang
muslim dan muslimah yang sejati, dalam hal apapun, kapanpun dan dimanapun yang
dia pikirkan selalu masalah agamanya. Karena dengan kebaikan dan keselamatan
agamanya-lah ia bisa selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Semoga Allah
melimpahkan pasangan yang shalih/shalihah kepada saudara saudari kita yang
belum menikah, dan bagi yang sudah menikah maka semoga Allah semakin
mengokohkan masing-masing pasangannya dalam keshalihan yang berbalut
kebahagiaan dalam rumah tangganya. Aamiin.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.