Selasa, 08 Mei 2018

HADITS KE 07: KEUTAMAAN HAJI DAN UMRAH


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (( الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ ))
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umrah yang satu ke umrah berikutnya merupakan penebus kesalahan di antara keduanya, dan haji mabrur itu tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari 1773 dan Muslim 1349)
Haji dan umrah adalah merupakan ibadah mulia yang tidak setiap muslim Allah berikan kemampuan untuk melaksanakannya. Bahkan haji adalah salah satu di antara rukun Islam yang lima. Berbahagialah orang-orang yang dikaruniai kemampuan untuk melaksanakannya, karena ada pahala yang besar di sana.

Dosa-dosa yang Diampuni
Imam an-Nawawi rahimahullah ketika menerangkan hadits di atas dalam “Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim” 4/122 berkata: “Dalam hadits ini nampak keutamaan umrah, bahwasanya umrah itu menghapuskan dosa-dosa di antara dua umrah.” Adapun untuk dosa-dosa yang diampuni maka Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan di dalam kitab “Fathul Bari” 3/699 bahwa dosa-dosa yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil tanpa dosa-dosa besar.  Ini adalah kabar gembira dari rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tentunya betapa banyak dosa-dosa yang berguguran ketika orang itu melaksanakan umrah, dimana setiap manusia pasti memiliki dosa-dosa.
Makna Haji Mabrur
Tentang makna haji mabrur, Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Pendapat yang benar dan yang terkenal, yaitu bahwa haji yang mabrur adalah haji yang tidak tercampuri dengan dosa. Ini diambil dari kata “al-Birr” yang bermakna taat. Dikatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima, dan di antara tanda diterimanya adalah kembalinya seseorang kepada kebaikan sebagaimana mestinya, bukan kembali kepada perbuatan dosa. Ada yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri riya (ingin pamer) di dalamnya. Ada juga yang mengatakan haji mabrur adalah haji yang tidak diiringi dengan dosa. Namun dua makna terakhir ini masuk pada dua makna yang pertama. Dan makna “tidak ada balasan baginya kecuali surga” adalah bahwasanya tidak akan dikuranginya balasan bagi pelaku haji yang berupa dihapuskannya sebagian dari dosa-dosanya, bahkan ia wajib untuk masuk surga. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 4/122)
Dari penjelasan Imam an-Nawawi rahimahullah di atas, kita bisa melengkapi makna haji mabrur dengan menyertakan dalil-dalil yang ada, dan kita dapat menyimpulkan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima, yang baik dan tidak tercampuri dengan riya dan dosa-dosa, serta kembalinya seseorang kepada kebaikan. Maka haji yang mabrur adalah haji yang memenuhi beberapa hal sehingga menjadi haji yang diterima oleh Allah ta'ala dan berbalas surga:
1.      Ikhlas dan mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Iklas dalam beramal dan mengikuti tuntunan rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah syarat diterimanya amal. Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat 110 dalam surat al-Kahfi mengatakan: “‘Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya’ yaitu (mengharap) pahala dan balasan kebaikan dari Allah, ‘hendaknya ia beramal shalih’ yaitu amalan yang sesuai dengan syariat Allah, ‘dan janganlah ia berbuat syirik dalam beribadah kepada Rabbnya’ yaitu amalan yang dengannya hanya mengharap wajah Allah saja yang tiada sekutu bagi-Nya. Inilah dua rukun amalan yang diterima, yaitu harus ikhlas hanya untuk Allah saja dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” (Tafsir al-Qur’anil Adhim hal. 1753)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah bersabda:
لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ
 “Ambillah (dariku) tata cara manasik haji kalian!” (HR. Muslim 1297)
2.      Tidak mencampurinya dengan perbuatan dosa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Baitullah, lalu tidak berkata keji dan kotor serta tidak berbuat kemungkaran, maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dia dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari 1819 dan Muslim 1350)
3.      Kembali kepada kebaikan
Yaitu seseorang kembali melakukan kebaikan-kebaikan setelah melaksanakan haji atau sepulang darinya, bukan malah melakukan keburukan-keburukan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. asy-Syura [42]: 23)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika sampai pada penjelasan ayat ini di dalam kitab tafsirnya berkata:
قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: إِنَّ مِنْ ثَوَابِ الْحَسَنَةِ الْحَسَنَةُ بَعْدَهَا وَإِنَّ مِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Sebagian ulama salaf berkata: ‘Sesungguhnya termasuk balasan kebaikan adalah kebaikan yang dilakukan setelahnya, dan termasuk balasan keburukan adalah keburukan yang dilakukan setelahnya.’” (Tafsir al-Qur’anil Adhim hal. 2521)
Sampai di sini kita mengetahui betapa bahagianya orang yang dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk berhaji dan umrah, serta ia bisa melaksanakan ibadah manasiknya dengan sebaik-baiknya, sehingga semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah 'azza wa jalla dan mendapat balasan berupa ampunan dan surga-Nya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam golongan tersebut. Allahumma aamiin.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.