Kamis, 18 Oktober 2018

AMALAN YANG DITERIMA


Sebagai seorang muslim, pastilah kita ingin agar amalan ibadah kita diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala, sehingga menjadi amalan yang berpahala dan bisa memasukkan kita ke dalam surga. Bayangkan saja, betapa ruginya seseorang yang telah lelah beramal, namun amalannya itu tak diterima oleh Allah ta'ala sedikitpun. Ibarat orang yang lelah bekerja, namun ketika tiba masa gajian, ternyata ia tak mendapat gaji sepeserpun. Oleh karena itulah orang-orang yang takut kepada Allah khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima.
Abdul ‘Aziz bin Abi Rawwad rahimahullah berkata:
أَدْرَكْتُهُمْ يَجْتَهِدُوْنَ فِيْ العَمَلِ الصَّالِحِ، وَإِذَا فَعَلُوْهُ وَقَعَ عَلَيْهِمُ الْهَمُّ، أَيُقْبَلُ مِنْهُمْ أَمْ لَا
“Aku mendapati mereka para Salafush Shalih bersungguh-sungguh dalam amal shalih, dan apabila mereka telah selesai beramal, muncullah dalam diri-diri mereka rasa bimbang bahwasanya apakah amalan mereka itu diterima ataukah tidak.” (Lathaiful Ma’arif hal. 376)

Dari Fudhalah bin ‘Ubaid rahimahullah, beliau berkata:
لَأَنْ أَكُوْنَ أَعْلَمُ أَنَّ اللهَ قَدْ تَقَبَّلَ مِنِّيْ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا، لِأَنَّ اللهَ يَقُوْلُ: }إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ {
“Seandainya aku tahu dengan pasti, bahwa Allah telah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji sawi saja, tentulah hal itu lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, karena sesungguhnya Allah ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.’ (QS. Al Ma-idah [5]: 27).” (Lathaiful Ma’arif hal. 375)
Ketahuilah wahai saudara-saudariku yang semoga senantiasa dijaga oleh Allah ta'ala, bahwa sesungguhnya sebuah amalan akan diterima oleh Allah ketika terpenuhi syarat-syaratnya. Maka para ulama menjelaskan bahwa syarat diterimanya amalan itu ada tiga, jika syarat ini terpenuhi dan tidak ada penghalangnya, maka insyaallah sebuah amalan akan diterima oleh Allah ta'ala, dan jika tiga syarat ini tidak terpenuhi maka sebuah amalan tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
Keimanan Pelaku
Syarat yang pertama adalah adanya keimanan pada diri orang yang beramal. Orang yang tidak beriman atau orang kafir jika beramal kebaikan, maka amalannya tidak akan diterima oleh Allah ta'ala. Dia telah berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ
Dan tidak ada yang menghalangi infak mereka diterima kecuali karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. at-Taubah [9]: 5)
Dalam ayat lain Allah 'azza wa jalla berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu akan kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. al-Furqan [25]: 23)
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim [14]: 18)
Ikhlas
Syarat kedua adalah keikhlasan, yaitu meniatkan atau menujukan amalannya hanya untuk Allah 'azza wa jalla saja, hanya untuk mengharap pahala dari-Nya. Jika seseorang meniatkan atau menujukan ibadahnya untuk selain Allah ta'ala, maka amalan tersebut tidak akan diterima, karena ia telah menjadikan sekutu/tandingan bagi Allah, ini adalah kesyirikan. Allah 'azza wa jalla telah berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
Dan Rabbmu memerintahkan agar kalian jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja.” (QS. al-Isra [17]: 23)
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda:
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah tabaraka wa ta’ala berfirman: ‘Aku sama sekali tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa beramal yang di dalamnya ia menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan ia dan sekutunya.” (HR. Muslim 2985)
Bahkan orang yang berbuat kesyirikan, selain amalannya tidak diterima, ia juga diancam akan kekal di dalam api neraka jika tidak bertaubat hingga meninggalnya. Allah 'azza wa jalla berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya barangsiapa berbuat kesyirikan, maka Allah mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. al-Maidah [5]: 72)
Termasuk ke dalam kesyirikan adalah beramal karena mengharap harta, kedudukan, atau pujian manusia. Meskipun para ulama menggolongkan ini sebagai syirik kecil.
Ittiba’ (Mengikuti Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)
Syarat yang ketiga adalah ittiba’, yaitu hanya mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah ta'ala. Yang demikian itu karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.(HR. Muslim 1718)
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Berpegang teguhlah dengan sunnah (ajaran)ku dan sunnahnya al-Khulafa`ur Rasyidin yang mendapat petunjuk, penganglah ia erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Dan jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud 4609, Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’is Shaghir 2549)
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3]: 31)
Dari sini kita mengetahui bahwa setiap amalan yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka amalan tersebut tidaklah diterima, meskipun pelakunya menganggap itu sebagai sebuah kebaikan, bahkan meskipun diamalkan oleh banyak orang.
Penghalang Diterimanya Amal
Perlu diketahui di sini, bahwa selain hal-hal yang bertentangan dengan syarat-syarat diterimanya amal (kekafiran, tidak ikhlas, dan tidak mengikuti tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), ternyata ada juga hal-hal yang harus diwaspadai dan dijauhi agar amalan kita diterima oleh Allah ta'ala. Karena ada amal ibadah yang meskipun itu dikerjakan dengan ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun amalan tersebut tidak diterima oleh Allah ta'ala jika ada penghalangnya. Apa saja itu? Berikut ini kami sebutkan di antaranya:
Anak yang Durhaka, Mengungkit-ungkit Kebaikan Disertai Menyakiti Hati Orang yang Diberi Kebaikan, dan Mendustakan Takdir
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا: عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدْرِ
“Ada tiga golongan yang Allah tidak menerima amal ibadah mereka baik yang wajib maupun yang sunnah: anak yang durhaka, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan orang yang mendustakan takdir.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah 323 dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir 7547, dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1785)
Budak yang Kabur, Perempuan yang Bermalam Sementara Suaminya Marah padanya, dan Pemimpin yang Dibenci Kaumnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ: العَبْدُ الآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ
“Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak melebihi telinga mereka (tidak diterima oleh Allah): budak yang kabur sampai ia kembali, perempuan yang melewati malamnya dalam keadaan suaminya marah kepadanya, dan orang yang memimpin suatu kaum sedangkan mereka membencinya.” (HR. at-Tirmidzi 360, dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 487)
Meninggalkan Shalat Ashar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, terhapuslah amalannya.” (HR. Bukhari 553)
Mendatangi Dukun
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi peramal, kemudian bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.” (HR. Muslim 2230)
Ini jika hanya sekedar bertanya, jika sampai percaya padanya maka Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Siapa yang mendatangi dukun atau peramal, kemudian ia mempercayainya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad 9536, dinilai hasan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth pada tahqiq beliau terhadap hadits ini dalam Musnad Imam Ahmad)
Kesimpulan
Jadi amal ibadah yang diterima oleh Allah adalah amalan seorang muslim yang ikhlas dan mengikuti rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini secara umum, sebagaimana terkandung dalam surat al-Kahfi ayat 110, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan ayat ini mengatakan: “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih” yaitu yang sesuai syari’at Allah, “janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya” yaitu yang hanya mengharapkan wajah Allah saja tanpa mempersekutukan-Nya. Inilah dua rukun amalan yang diterima (dari seorang muslim -penj.). Harus ikhlas hanya untuk Allah dan benar-benar menurut tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” (Tafsir Al-Qur'anil Adhim hal. 1753)
Selain itu kita juga harus waspada terhadap perbuatan-perbuatan dosa yang bisa membuat amalan kita terhapus atau tidak diterima oleh Allah 'azza wa jalla meskipun telah ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana hal ini telah dijelaskan.
Demikian, maka hendaknya kita jangan sampai tertipu dengan banyaknya amalan yang telah dikerjakan, tapi hendaknya kita sibuk untuk meperbaiki dan mengoreksi amalan-amalan kita; sudahkah ia benar-benar ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ataukah belum. Semoga Allah melimpahkan kepada kita hidayah taufik-Nya untuk beramal shalih, dan semoga Allah menerima amal-amal ibadah kita.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.