Jumat, 12 Mei 2017

MENGENAL TAUHID DAN SYIRIK (Bagian ke 02 -terakhir-)

Mengesakan Allah dalam Peribadahan kepada-Nya
Poin kedua yaitu mengesakan Allah dalam peribadahan kepada-Nya, yang disebut oleh para ulama dengan “Tauhid Uluhiyah”. Maksudnya yaitu kita harus mengikhlaskan seluruh ibadah kita hanya untuk Allah subhanahu wa ta'ala saja. Apabila seseorang meniatkan atau menujukan ibadahnya untuk selain Allah, berarti dia telah berbuat kesyirikan. Baik itu untuk malaikat, nabi, orang-orang shalih, ataupun jin, berhala, patung-patung, pohon besar, dan selainnya.
Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. al-Jin [72]: 18)
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)

Adapun makna ibadah, maka telah diungkapkan maknanya dengan sangat bagus oleh seorang ulama besar di zamannya yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Ibadah adalah:
اِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ أَوِ الْأَعْمَالِ البَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
Sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai oleh-Nya baik berupa perkataan ataupun perbuatan, yang tersembunyi maupun yang nampak.” (Al-Ubudiyah hal. 4)
Dari pengertian ini, maka ibadah juga mencakup melaksanakan setiap yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan-Nya. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan: “Dan di antara jenis-jenis ibadah yang diperintahkan oleh Allah seperti Islam, Iman, dan Ihsan. Demikian juga berdoa, khauf (takut), raja’ (berharap), tawakkal (berserah diri), raghbah (cinta), rahbah (cemas), khusyu’, khasyah (takut), inabah (taubat), meminta pertolongan, memohon perlindungan, meminta bantuan, menyembelih, bernadzar, dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah semuanya. Dalilnya adalah Firman Allah: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. al-Jin [72]: 18)’” (Al-Ushuluts Tsalatsah hal. 8)
Beliau juga mengatakan: “Barangsiapa memalingkan ibadah sedikit saja kepada selain Allah maka ia telah berbuat kesyirikan dan kekafiran. Dalilnya adalah Firman Allah ta'ala:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.’” (QS. al-Mu’minun [23]: 117) (Al-Ushuluts Tsalatsah hal. 8)
Dari sini kita mengetahui, bahwa menyembelih untuk jin dan setan adalah kesyirikan, berpuasa dengan niat agar mendapatkan ilmu-ilmu ghaib adalah kesyirikan, berdoa dan meminta kepada orang-orang yang sudah mati adalah kesyirikan, dan ibadah-ibadah lain yang diniatkan atau ditujukan untuk selain Allah adalah kesyirikan.
Yang perlu diwaspadai juga yaitu meniatkan ibadah karena selain Allah; karena mengharapkan harta dunia, kedudukan, pujian manusia, dan menghindari celaan manusia . Karena semua hal ini disebut riya atau sum’ah yang juga termasuk kesyirikan, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ
“Yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “riya”. (HR. Ahmad 23630, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 951)
Mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifatNya
Poin ketiga yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifatNya. Maksudnya yaitu kita meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama yang indah (asma`ul husna) dan sifat-sifat yang mulia. Poin ini disebut oleh para ulama dengan “Tauhid Asma wa Shifat”.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan Allah memiliki asma`ul husna (nama-nama yang terbaik), maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma`ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf [7]: 180)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. asy-Syura [42]: 11)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam awal kitabnya al-Aqidah al-Wasitiyah:
وَمِنَ الإِيْمَانِ بِاللهِ الإِيْمَانُ بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فِيْ كِتَابِهِ وَبِمَا وَصَفَهُ بِهِ رَسُوْلُهُ مِنْ غَيْرِ تَحْرِيْفٍ وَلَا تَعْطِيْلٍ وَمِنْ غَيْرِ تَكْيِيْفٍ وَلَا تَمْثِيْلٍ
“Termasuk keimanan kepada Allah adalah beriman dengan apa saja yang telah Allah sifati diri-Nya dengannya di dalam kitab-Nya dan dengan apa yang telah disifatkan oleh Rasul-Nya, tanpa menyalah-artikannya dan menolaknya, serta tanpa bertanya tentang bagaimananya, dan tanpa menyerupakannya dengan makhluk.
Di antara sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits yang shahih yaitu: sifat al-Hayat (hidup), al-Ilmu (ilmu), al-Qudrah (berkuasa), as-Sam’u (mendengar), al-Bashar (melihat), al-Kalam (berbicara), al-Iradah (berkehendak), ar-Rahmah (rahmat dan kasih sayang), al-Hikmah (bijaksana), al-‘Uluw (tinggi), al-Istiwa` (bersemayam), an-Nuzul (turun), al-Wajhu (wajah), dan al-Yadani (dua tangan), dan al-‘Ainani (dua mata). (Aqidatuka Ayyuhal Muslim karya Syaikh Abdurrahman Musa alu Nashr hal 24)
Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari hafidzahullah menukil ucapan Imam Malik rahimahullah dari kitab Syarhus Sunnah al-Baghawi, bahwa suatu ketika Imam Malik rahimahullah pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang Firman Allah ta'ala dalam surat Thaha ayat 5: “Allah ar-Rahman bersemayam di atas Arsy”, orang tersebut bertanya: “Bagaimanakah bersemayamnya Allah?” Maka Imam Malik menjawab:
الاِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
“Bersemayamnya Allah adalah sesuatu yang jelas, tentang bagaimananya tidak bisa dijangkau oleh akal, sedangkan mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah sebuah perkara yang mengada-ada.” (Al-Wajiz fi Aqidah as-Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 41)
Ucapan Imam Malik rahimahullah ini dijadikan kaidah dalam memahami sifat-sifat Allah ta'ala oleh para ulama ahlus sunnah setelah beliau. Kita ambil contoh penerapannya agar kita semakin paham:
Allah memiliki sifat dua tangan, maka tangan adalah sesuatu yang jelas secara bahasa, adapun bagaimana hakikat tangan Allah maka tidak ada yang tahu dan tidak sama dengan makhluk, serta tidak bisa kita jangkau dengan akal kita, sedangkan mengimani bahwa Allah memiliki tangan adalah wajib, dan bertanya tentang bagaimana tangan Allah adalah sesuatu yang terlarang; tidak pernah ditanyakan oleh para sahabat Nabi maupun para ulama pada generasi awal Islam.
Adapun bentuk kesyirikan dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah yaitu mensifati selain Allah dengan sifat yang khusus hanya untuk Allah atau menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk, termasuk juga menamai selain Allah dengan nama-nama yang hanya khusus untuk Allah.
Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata: “Syirik dalam asma wa shifat ada dua jenis:
Pertama yaitu menyerupakan Allah Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya (makhluk); seperti orang yang mengatakan “Tangan Allah seperti tanganku”, “Pendengaran Allah seperti pendengaranku”, “Pengelihatan Allah seperti pengelihatanku”, “Bersemayamnya Allah seperti aku bersemayam”. Syirik semacam ini disebut dengan syirik penyerupaan.
Yang kedua yaitu menamai tuhan-tuhan yang palsu dengan nama-nama tuhan yang asli (Allah); seperti kaum musyrikin yang menamakan berhala mereka dengan “Al-Lata” yang berasal dari nama Allah “Al-Ilah”, dan nama “Al-Uzza” yang berasal dari nama Allah “Al-Aziz”.” (Taisirul ‘Azizil Hamid fi Syarhi Kitabit Tauhid hal. 134-135)
Termasuk sifat Allah adalah al-Ilmu yaitu mengetahui. Di antara ilmu khusus hanya Allah saja yang tahu adalah mengetahui yang ghaib. Maka kita harus meyakini bahwa tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali hanya Allah saja. Apabila seseorang meyakini ada selain Allah yang bisa mengetahui perkara ghaib, apapun sebutannya; entah itu dukun, peramal, paranormal, orang tua, orang pintar, kyai, ataupun selainnya, berarti dia telah berbuat kesyirikan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
Dan kunci-kunci semua yang ghaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia.” (QS. al-An’am [6]: 59)
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ
Dia mengetahui yang ghaib, tetap Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya.” (QS. al-Jin [72]: 26-27)
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda bagi orang-orang yang mendatangi dukun ataupun peramal:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi peramal, kemudian bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.” (HR. Muslim 2230)
Ini baru bertanya saja, bila sampai mempercayainya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Siapa yang mendatangi dukun atau peramal, kemudian ia mempercayainya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad 9536, dinilai hasan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth pada tahqiq beliau terhadap hadits ini dalam Musnad Ahmad)
Maka jangan sampai kita meridhai atau bahkan mengamalkan ilmu perdukunan; seperti sihir, pelet, santet, guna-guna, pengasihan, penglaris, ilmu kebal dan sejenisnya. Na’udzubillahi min dzalik (kita berlidung kepada Allah dari semua itu).
Sampai di sini kita mengetahui bahwa kesyirikan adalah dosa yang sangat berbahaya dan paling berbahaya, karena merupakan pembatal keislaman dan menjadi penyebab kekalnya seseorang di dalam neraka. Namun bukan berarti ketika ada seorang muslim melakukan kesyirikan dia langsung keluar dari Islam dan menjadi orang kafir, bukan begitu. Ada kaidah-kaidah penting dalam hal ini yang harus dipahami, seperti karena ketidak-tahuan, tidak sengaja, atau terpaksa dalam keadaan tetap beriman hatinya, atau sebab yang lain sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama. Allahu a’lam.
Demikian pembahasan tentang tauhid dan syirik yang bisa kami bahas ini. Kesimpulan yang bisa kita ambil yaitu bahwasanya para ulama membagi tauhid menjadi tiga, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa shifat. Sedangkan kesyirikan yaitu menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allah dalam masing-masing tauhid ini.
Meski demikian, yang menjadi inti dari semua jenis tauhid adalah tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam peribadahan kepada-Nya). Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah, beliau berkata: “Tiga jenis tauhid ini, yang dimaksudkan dari ketiganya adalah tauhid uluhiyah, karena tauhid inilah yang didakwahkan oleh para rasul, karenanya diturunkannya kitab-kitab, dan untuk tujuan inilah ditegakkannya jihad di jalan Allah, sehingga peribadahan hanya ditujukan kepada Allah saja, dan ditinggalkannya peribadahan kepada selain-Nya.” (Syarhul Aqidah ath-Thahawiyah hal 28)
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjaga kita tetap berada di atas tauhid hingga akhir hayat kita dan menjauhkan kita dari kesyirikan sejauh-jauhnya. Hanya kepada-Nya lah kita memohon.


Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.