Senin, 24 September 2018

SYARAT-SYARAT KALIMAT LAA ILAAHA ILLALLAAH


Kalimat laa ilaaha illallaah memiliki syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengucapkannya agar bisa mendapatkan keutamaan yang begitu agung, yaitu masuk ke dalam surga dan dijauhkan dari neraka. Barangsiapa yang hilang darinya satu atau lebih dari syarat-syarat yang ada, maka kalimat tauhid ini tidak memberi manfaat baginya. Berdasarkan al-Qur’an dan hadits, para ulama menjelaskan bahwa syarat-syarat kalimat laa ilaaha illallaah ada tujuh, yaitu: ilmu, yakin, ikhlas, jujur, cinta, tunduk patuh, dan menerima. Sebagaimana hal ini diungkapkan dalam sebuah sya`ir oleh ulama yang bernama Hafidz bin Ahmad al-Hakami rahimahullah dalam Mandzumah Sullamul Wushul di bait yang ke 92-95:

وَبِشُرُوْطٍ سَبْعَةٍ قَدْ قُيِّدَتْ        وَفِيْ نُصُوْصِ الْوَحْيِ حَقًّا وَرَدَتْ
فَإِنَّهُ لَمْ يَنْتَفِعْ قَائِلُهَا               بِالنُّطْقِ إِلَّا حَيْثُ يَسْتَكْمِلُهَا
العِلْمُ وَاليَقِيْنُ وَالْقَبُوْلُ                    وَالْاِنْقِيَادُ فَادْرِ مَا أَقُوْلُ
وَالصِّدْقُ وَالْإِخْلَاصُ وَالْمَحَبَّهْ            وَفَّقَكَ اللهُ لِمَا أَحَبَّهْ
“Dengan tujuh syarat kalimat laa ilaaha illallaah itu diikat. Dalil-dalinya telah datang  dalam teks wahyu (al-Qur’an dan Sunnah).
Sesungguhnya laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat bagi yang mengucapkannya, kecuali jika ia memenuhi syarat-syaratnya dengan sempurna.
(Yaitu) ilmu, yakin, menerima, dan tunduk patuh, maka ketahuilah apa yang aku katakan.
(Serta) jujur, Ikhlas, dan cinta. Semoga Allah melimpahkan taufik kepadamu kepada apa yang Dia cintai.”
Kunci Surga Adalah Laa ilaaha illallaah Beserta Syaratnya
Tentang syarat-syarat laa ilaaha illallaah ini ada sebuah riwayat dari salah seorang ulama yang bernama Wahb bin Munabbih rahimahullah:
قِيْلَ لِوَهْبِ بْنِ مُنَبِّهِ: أَلَيْسَ مِفْتَاحُ الجَنَّةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ؟ قَالَ: بَلَى! وَلَكِنْ لَيْسَ مِنْ مِفْتَاحٍ إِلَّا وَلَهٌ أَسْنَانٌ، مَنْ أَتَى البَابَ بِأَسْنَانِهِ فٌتِحَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ البَابَ بِأَسْنَانِهِ لَمْ يُفْتَحْ لَهُ
Dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah: “Bukankah kunci surga itu laa ilaaha illallaah?” Beliau menjawab: “Benar, tapi bukankah setiap kunci itu ada geriginya? Barangsiapa mendatangi pintu dengan kuncinya yang ada geriginya maka pintu akan terbuka untuknya, dan siapa yang mendatangi pintu dengan kuncinya tapi tak ada geriginya maka pintu itupun tak akan bisa terbuka untuknya.” (Hilyatul Auliya 4/66, lihat Mawa’idhush Shalihina wash Shalihat karya Syaikh Hani al-Hajj hal. 252)
Yang dimaksudkan oleh Wahb bin Munabbih rahimahullah dengan kunci adalah kalimat laa ilaaha illallaah, dan yang dimaksud dengan gerigi adalah syarat-syarat laa ilaaha illallaah dan tentunya termasuk dua rukunnya. Artinya setiap orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah memang berkesempatan masuk surga, namun ia baru akan masuk surga jika memenuhi syarat-syarat dari kalimat laa ilaaha illallaah, jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi maka ia belum bisa dikatakan meraih kesempatan masuk surga dan dijauhkan dari neraka.
Oleh karena itulah betapa pentingnya kita mengetahui syarat-syarat laa ilaaha illallaah yang tujuh ini, lalu bagaimanakah penjelasannya? Semoga pembahasan berikut ini bisa membuat kita paham sehingga kita bisa mengamalkannya dan memperoleh keutamaannya.
Pertama: Ilmu
Yang pertama adalah mengilmui kalimat laa ilaaha illallaah, yaitu mengetahui makna yang terkandung di dalam kalimat ini dan mengamalkannya. Maka makna laa ilaaha illallaah adalah tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah. Sehingga kalimat ini mengandung konsekuensi mengesakan Allah ta'ala dalam peribadahan kita dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan.
Inilah yang terkandung dalam dua rukun laa ilaaha illallaah, yaitu meniadakan (an-Nafyu) dan menetapkan (al-Itsbat). Maksudnya adalah meniadakan seluruh peribadahan kepada selain Allah dan menetapkan ibadah hanyalah hak Allah semata, tidak kepada selain-Nya.
Lawan dari ilmu adalah bodoh (tidak tahu), maka orang yang tidak tahu makna laa ilaaha illallaah bagaimana ia bisa mengamalkan keharusan dari kalimat laa ilaaha illallaah ini dengan benar?! Bahkan kemungkinan terbesarnya ia pasti terjatuh ke dalam berbagai macam bentuk kesyirikan.
Tentang syarat pertama ini, para ulama membawakan dalil:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Ketahuilah bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah.” (QS. Muhammad [47]: 19)
إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Akan tetapi (orang yang dapat memberikan syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengilmuinya.” (QS. az-Zukhruf [43]: 86)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang meninggal dunia dan ia mengilmui bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, maka ia masuk surga.” (HR. Muslim 27)
Kedua: Yakin tanpa ragu-ragu
Maksudnya yaitu kita harus yakin seyakin-yakinnya tanpa keraguan sedikitpun bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah ta'ala. Siapa yang ragu-ragu dengan keyakinan ini maka ucapan laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat baginya. Allah ta'ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
Sesungguhnya orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. al-Hujurat [49]: 15)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ نَفْسٍ تَمُوتُ وَهِيَ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، يَرْجِعُ ذَاكَ إِلَى قَلْبٍ مُوْقِنٍ، إِلَّا غَفَرَ اللهُ لَهَا
“Tidak ada satu jiwapun yang mati dan ia bersaksi bahwa bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah disertai dengan keyakinan dalam hati, kecuali Allah pasti mengampuninya.” HR. Ahmad 21998, dinilai shahih oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth rahimahullah dalam tahqiq beliau terhadap Musnad Ahmad)
Ketiga: Ikhlas tanpa berbuat kesyirikan
            Ikhlas yaitu meniatkannya hanya karena Allah ketika mengucapkan dan mengamalkan laa ilaaha illallaah tanpa sedikitpun mencampurinya dengan kesyirikan, baik syirik kecil seperti riya (beramal agar dilihat manusia karena ingin dipuji) dan sum’ah (beramal agar didengar manusia karena ingin dipuji), ataupun syirik besar dengan menujukan amalan kepada selain Allah; seperti berdoa, menyembelih, meminta rizki, dan meminta keselamatan dari bencana kepada selain Allah. Allah ta'ala telah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَنْ يُوَافِيَ عَبْدٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِيْ بِهِ وَجْهَ اللهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Tidak akan datang seorang hambapun di hari Kiamat yang mengucapkan laa ilaaha illallaah karena mengharap wajah Allah (ikhlas), melainkan Allah haramkan api neraka atasnya.” (HR. Bukhari 6423)
Siapa yang berbuat kesyirikan, maka ia belum memenuhi syarat ikhlas, kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat baginya, dan ia diancam tidak bisa masuk ke dalam surga kecuali jika bertaubat sebelum meninggalnya. Allah 'azza wa jalla berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya barangsiapa berbuat kesyirikan, maka Allah mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. al-Maidah [5]: 72)
Keempat: Jujur
Jujur adalah seseorang berucap sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya, sedangkan dusta adalah apabila tidak sama antara lisan dan hatinya. Siapa yang tidak jujur, maka ia terluput dari keutamaan laa ilaaha illallaah, sebagaimana orang-orang munafik di zaman Nabi, mereka berdusta dengan persaksiannya. Allah telah berfirman tentang mereka:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُون
Apabila orang-orang munafik datang kepada engkau (Muhammad), mereka berkata: ‘Kami mengakui bahwa engkau adalah Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (QS. al-Munafiqun [63]: 1)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang bersaksi dengan jujur dari dalam hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah haramkan ia dari api neraka.” (HR. Bukhari 128)
Kelima: Cinta
            Yaitu mencintai kalimat tauhid ini dan apa yang menjadi kandungan dan konsekuensinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan kandungannya. Dalil syarat ini adalah Firman Allah ta'ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah selain Allah sebagai tandingan. Mereka mencintainya seperti mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS. al-Baqarah [2]: 165)
Keenam: Tunduk patuh
Yaitu tunduk dan mematuhi segala hukum yang terkandung dalam kalimat syahadat, dengan beribadah kepada Allah semata, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menjalankan syari’at agama-Nya. Dalilnya adalah Firman Allah ta'ala:
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
Dan barangsiapa tunduk berserah diri kepada Allah, dan ia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh.” (QS. Lukman [31]: 22)
Ketujuh: Menerima
Yaitu menerima dengan sepenuh hati kalimat laa ilaaha illallaah, dengan mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan meninggalkan peribadahan kepada selain-Nya, serta berpegang teguh dan ridha dengan kalimat ini. Karena ada orang-orang yang mengakui kebenaran Islam dan kebenaran kalimat laa ilaaha illallaah namun ia menolak untuk masuk Islam; baik karena fanatik pada ajaran nenek moyangnya, seperti paman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Abu Thalib; atau karena sombong; ambisi kekuasaan; takut kehilangan harta dunia; dan semisalnya. Siapa yang mengucapkan kalimat tauhid tapi tidak mau menerima dan mentaati konsekuensi kalimat ini, maka ia adalah orang yang sombong. Allah ta'ala berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوْا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوْ آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallaah’ mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami haarus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?’” (QS. ash-Shaffat [37]: 35-36)
Demikian ketujuh syarat dari kalimat laa ilaaha illallaah, ada juga ulama yang menambahkan syarat-syarat ini satu lagi sehingga menjadi delapan, yaitu berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan. Semoga kita bisa mendapatkan keutamaan masuk ke dalam surga dan dijauhkan dari siksa api neraka sejauh-jauhnya.
Referensi:
- Aqiidatuka Ayyuhal Muslim karya Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Musa Alu Nashr hafidzahullahu warahima abihi
-   Aqidatut Tauhid karya Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah
- Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah
- Penjelasan Tiga Landasan Utama karya Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah, disusun oleh Ustadz Muflih Safitra hafidzahullah
-  Sullamul Wushul karya Hafidz bin Ahmad al-Hakami rahimahullah
-  Mawa’idzush Shalihina wash Shalihat karya Syaikh Hani al-Hajj hafidzahullah
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.