Senin, 24 Desember 2018

KEDUDUKAN SUNNAH DALAM SYARI’AT ISLAM


Sunnah di dalam agama Islam adalah setara dengan al-Qur’an, karena sama-sama wahyu dari Allah ta'ala. Oleh karena itulah kita harus menjadikan sunnah sebagai hujjah (pedoman dan sumber utama) dalam beragama sebagaimana al-Qur’an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنِّى أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi al-Kitab (al-Qur’an) dan yang sepertinya (Sunnah) bersamanya.” (HR. Abu Dawud 4606, Ahmad 17174, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ish Shaghir 2643)
Seorang Muslim Harus Mentaati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. al-Ahzab [33]: 36)

Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Allah melaknat perempuan yang mentato dan yang minta ditato, perempuan yang menghilangkan bulu di wajahnya dan yang minta dihilangkan bulu di wajahnya, perempuan yang merenggangkan giginya untuk kecantikan, yang semua merupakan perbuatan merubah ciptaan Allah.”
Ucapan ini pun sampai kepada seorang perempuan dari Bani Asad yang dipanggil Ummu Ya’qub, ia biasa membaca al-Qur’an. Ia pun mendatangi Abdullah dan berkata: “Benarkah ucapan yang sampai kepadaku darimu, bahwa engkau melaknat perempuan yang mentato dan yang minta ditato, perempuan yang minta dihilangkan bulu di wajahnya, perempuan yang merenggangkan giginya, yang semua merupakan perbuatan merubah ciptaan Allah?”
Abdullah bin Mas’ud pun berkata: “Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan hal itu ada di dalam Kitabullah (al-Qur’an).”
Perempuan tersebut berkata: “Aku telah membaca seluruh al-Qur’an, tapi aku tidak mendapatkan hal itu.”
Abdullah berkata: “Kalau kamu memang benar telah membacanya berarti kamu telah mendapatkannya, Allah 'azza wa jalla berfirman: ‘Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.’ (QS. al-Hasyr [59]: 7)” (HR. Bukhari 5939 dan Muslim 2125)
Sunnah Adalah Wahyu
Imam Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitab Al-Ihkam fii Ushuulil Ahkaam (I/96, 207) berkata: “Sesungguhnya Allah ta'ala telah berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.’ (QS. al-Hijr [15]: 9)
Kandungan dari ayat ini menurut orang yang beriman kepada Allah ta'ala dan hari Akhir ialah bahwa Allah menjamin terpeliharanya al-Qur’an dan tidak akan hilang selamanya. Hal ini tidak diragukan sedikitpun oleh seorang muslim. Begitu pula sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, semuanya adalah WAHYU, berdasarkan Firman Allah:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keingingannya, melainkan ia adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.’ (QS. an-Najm [53]: 3-4)
Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma berkata: Aku pernah menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena aku ingin menghafalnya (memeliharanya). Kemudian orang-orang Quraisy melarangku sambil berkata, ‘Apakah engkau tulis semua yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang bersabda saat senang dan di saat marah?!’ Lalu aku berhenti menulis, kemudian menceritakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau pun berisyarat ke mulut beliau seraya bersabda:
اكْتُبْ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ
‘Tulislah! Demi (Allah) yang diriku berada di tangan-Nya, tidaklah keluar darinya (mulutku ini) kecuali al-haq (kebenaran).’ (HR. Abu Dawud 3648, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1532)
Wahyu adalah adz-Dzikr berdasarkan kesepakatan seluruh umat Islam, sedang adz-Dzikr terpelihara berdasarkan nash al-Qur’an, maka sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terpelihara dan pasti dijaga oleh Allah subhanahu wa ta'ala.” (Sampai di sini ucapan Imam Ibnu Hazm rahimahullah, dinukil dari buku Kedudukan as-Sunnah dalam Syari’at Islam karya ust Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah hal. 9-11)
Sunnah Adalah Hujjah
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz rahimahullah berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa sunnah yang suci menjadi landasan agama Islam kedua. Adapun kedudukannya dalam agama Islam, menjadi dasar utama setelah Kitabullah menurut ijma (kesepakatan) para ulama, bahkan mereka sepakat bahwa Sunnah menjadi hujjah mandiri untuk seluruh umat Islam. Siapa yang menentang atau mengingkari atau menyangka bahwa ia boleh berpaling darinya atau hanya cukup dengan al-Qur’an, maka ia telah tersesat secara nyata dan berbuat kekufuran besar serta murtad keluar dari Islam, karena dengan keyakinan itu berarti ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya, mengingkari perintah Allah dan Rasul-Nya, dan mengingkari landasan agung Islam yang Allah telah perintahkan untuk kembali dan berpegang teguh kepadanya. Bahkan ia telah mengingkari, mendustakan dan menentang ijma para ulama.” (Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawi’ah 8/132, lihat Buku Putih Dakwah Salafiah karya ustadz Zainal Abidin bin Syamsudin hafidzahullah hal. 83)
Kesimpulan
Sampai di sini maka tidak diragukan lagi bahwa sunnah adalah setara dengan al-Qur’an dalam penetapan syari’at, selama sunnah itu telah tetap berasal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka harus kita yakini kebenarannya jika berupa kabar, dan harus kita taati jika berupa perintah ataupun larangan.
Allah 'azza wa jalla berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. an-Nur [24]: 63)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah bersabda:
كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah siapakah yang enggan?” beliau menjawab: “Siapa yang mentaatiku maka ia masuk surga, dan siapa yang tidak mau mentaatiku maka ia telah enggan.” (HR. Bukhari 7280)
Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat Nabi tentunya, hingga akhir hayat kita. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.