Selasa, 01 Oktober 2019

KEMULIAAN PARA ULAMA

Sudah menjadi ketetapan Allah bahwa orang yang berdakwah mengajak kepada kebenaran pasti akan mendapatkan ujian dalam dakwahnya, baik itu dari diri sendiri maupun orang lain. Mereka pun mendapatkan permusuhan dari orang-orang yang bodoh ataupun para pengikut dan penyeru kebatilan. Sehingga banyak di antara manusia yang kemudian melemparkan tuduhan palsu, mencela, dan memusuhi, bahkan memerangi para penyeru kebaikan, terutama kepada para ulama. Hal ini terjadi ketika para ulama dan para penyeru kebaikan menjelaskan tentang hakikat kesyirikan dan kebid’ahan serta bahayanya bagi umat.

Maka seyogyanya kita mengetahui dan merenungkan, bahwa ketika para ulama bangkit menjelaskan tentang tauhid dan sunnah serta seruan untuk menegakkannya, juga menjelaskan tentang syirik dan bid’ah serta seruan untuk meninggalkannya, bukanlah itu menunjukkan bahwa para ulama itu membenci kaum muslimin dan ingin memerangi mereka. Tentunya tidak, justru ketika mereka menjelaskan ini tauhid dan ini syirik, ini sunnah dan ini bid’ah, itu menunjukkan bahwa para ulama menyayangi umat Islam. Mereka ingin agar kaum muslimin kembali kepada agama yang benar, kembali kepada tauhid dan sunnah, kembali kepada ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang diamalkan oleh para sahabat beliau radhiyallahu 'anhum. Para ulama tidak ingin kaum muslimin jatuh ke dalam kesyirikan yang merupakan dosa besar yang paling besar, juga tidak ingin kaum muslimin jatuh ke dalam perbuatan bid’ah sehingga amalan pelakunya tak diterima oleh Allah ta'ala.
Maka yang demikian itu adalah usaha mereka dalam membela dan melestarikan kemurnian agama Islam ini sesuai dengan kesempurnaannya dan keindahannya. Karena syarat diterimanya amal seorang muslim adalah dengan Tauhid dan Ittiba’. Maka para ulama ingin agar Allah menjadi satu-satunya Tuhan yang diibadahi, dan agar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi satu-satunya manusia yang diikuti dalam mewujudkan peribadahan kepada Allah ta'ala.
Oleh karena itulah, justru alangkah mulianya perbuatan para ulama dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik dari kalangan para penyeru kebaikan. Bahkan mereka adalah bukti bahwa Allah menjaga agama ini, karena dengan sebab mereka Allah menjaga keaslian Al-Qur’an dan Sunnah, baik dari segi lafadz maupun makna, serta pemahaman dan penjelasan atau tafsirnya. Sebagaimana Firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an dan Sunnah) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr [15]: 9)
Sungguh orang-orang yang mencela dan memusuhi para ulama, mereka adalah orang-orang yang bodoh, para pengikut kebatilan, dan pembela serta penyebar kesesatan. Adalah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah mengatakan: “Maka segala puji hanya milik Allah 'azza wa jalla yang telah menjadikan pada setiap masa yang kosong dari para Rasul, pewaris yang terdiri dari ulama yang berdakwah dan mengajak orang yang sesat kepada hidayah. Mereka tabah dan sabar menghadapi bermacam-macam tantangan dan ujian untuk menghidupkan mereka yang mati hatinya dengan Kitabullah dan dengan cahaya Allah 'azza wa jalla, menjadikan terbuka mata mereka yang buta. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang (hatinya) telah mati terbunuh oleh Iblis kembali dihidupkan, dan banyak dari mereka yang sesat dan kebingungan kembali mendapat petunjuk. Alangkah baik warisan mereka untuk manusia, tetapi sebaliknya, sungguh buruk penerimaan sebagian manusia terhadap warisan mereka. Para ulama itu telah tampil menolak manipulasi Kitabullah yang dilakukan oleh mereka yang berlebih-lebihan, dan mencegah pemalsuan orang-orang yang berkecimpung dalam kebatilan, serta menolak ta’wil terhadap Kitabullah yang diperbuat oleh orang-orang bodoh yang mengibarkan bendera bid’ah dan melepaskan tali pengikat fitnah. Mereka adalah orang-orang yang berselisih tentang Kitabullah sekaligus menyelisihinya. Mereka bersepakat untuk memisahkan diri dari Kitabullah dengan membahas tentang Allah dan tentang Kitabullah tanpa ilmu. Mereka menyampaikan pendapat dan ucapan yang mengandung syubhat yang membingungkan dan mengecoh orang-orang awam. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah orang-orang yang sesat.” (lihat Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah hal. 12-13)
Semoga Allah menjaga para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan menolong mereka serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik untuk terus berdakwah menegakkan agama ini, dan semoga Allah memberi hidayah kepada kaum muslimin, dan menjaga mereka dari kesesatan dan dari orang-orang yang mengajak kepada kesesatan.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari para hamba-Nya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak lagi menyisakan seorang ulama pun, manusia mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka pun berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka pun sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari 100 dan Muslim 2673)
--------

Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.