Selasa, 31 Januari 2017

MENDULANG FAEDAH DARI SURAT AL-‘ASHR

Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang agung yang Allah wahyukan kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai mukjizat yang nyata bagi beliau. Ia adalah petunjuk bagi manusia. Di dalamnya terdapat 114 surat, di antaranya adalah sebuah surat yang pendek namun memiliki makna yang sangat agung. Surat inilah yang dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah:
“Kalaulah Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menurunkan kepada makhluk-Nya kecuali surat ini, niscaya sudah mencukupi mereka.” (Al-Ushul ats-Tsalatsah hal. 2)

Surat yang dimaksud oleh Imam Syafi’i rahimahullah adalah surat al-‘Ashr. Allah 'azza wa jalla berfirman:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. al-‘Ashr [103]: 1-3)
Keutamaan Waktu
Waktu adalah modal utama bagi manusia untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya menuju perjalanan panjang kehidupan setelah kematian. Waktu akan terus berjalan tanpa henti, apabila terlewati, maka ia tidak akan pernah kembali lagi. Dalam ayat pertama Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan masa: وَالْعَصْرِ (demi masa), sekaligus menunjukkan akan keutamaan waktu.
Dalam hadits disebutkan bahwa kelak manusia akan ditanya tentang waktu hidupnya di dunia:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba kelak di hari kiamat, hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskan.” (HR. at-Tirmidzi 2417, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 126)
Namun begitu banyak manusia yang lalai dari waktu luangnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغ
“Ada dua nikmat yang banyak manusia lalai dari keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari 6412)
Seseorang yang telah meninggal dunia, berarti telah habis masa pencarian bekalnya dan telah berhenti usahanya, kecuali amal jariyah yang ia tanam sebelum matinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim 1631)
Seluruh Manusia Berada Dalam Kerugian
Kemudian Allah 'Azza wa Jalla melanjutkan Firman-Nya, إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian”. Allah sang Pencipta Yang Maha Mengetahui keadaan manusia bersumpah dengan masa/waktu, bahwa manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kemudian Allah mengecualikan ada sebagian manusia yang terhindar dari kerugian ini. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai empat sifat.
Empat Sifat Manusia Yang Dikecualikan
Empat sifat ini Allah Ta'ala sebutkan dalam ayat yang selanjutnya:
1.      Orang-orang yang beriman
Pertama, yang dikecualikan dari kerugian adalah orang yang beriman إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا Kecuali orang-orang yang beriman”. Mereka adalah orang yang beriman kepada kepada apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk mengimaninya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam Taisirul Karimir Rahman hal. 893. Namun untuk memiliki keimanan yang benar itu membutuhkan ilmu. Tidak seperti orang-orang kafir Quraisy di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu, mereka mengimani Allah tetapi masih beribadah kepada patung-patung, sehingga keimanan mereka kepada Allah tidak memberikan manfaat sama sekali, maka jadilah mereka orang-orang yang merugi di kehidupan akhirat karena mereka tetap dalam keadaan kafir hingga matinya.
2.      Orang-orang yang beramal shalih
Kemudian setelah seseorang itu beriman dan berilmu, ia juga harus beramal dengan ilmunya itu. Sifat selanjutnya yang dikecualikan dari kerugian adalah orang yang beramal shalih, وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِdan mengerjakan amal shalih”. Dalam ayat ini Allah Ta'ala tidak hanya menyebutkan amal, tetapi Dia juga mensyaratkan bahwa amal ini haruslah amal yang shalih. Amal yang shalih adalah amal yang sesuai syari’at (sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) serta ikhlas hanya mengharap wajah Allah Ta'ala. Inilah yang terkandung dalam surat al-Kahfi ayat 110, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Quranil Adhim mengatakan: “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih” yaitu yang sesuai syari’at Allah, “janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya” yaitu yang hanya mengharapkan wajah Allah saja tanpa mempersekutukan-Nya. Inilah dua rukun amalan yang diterima. Harus ikhlas hanya untuk Allah dan benar-benar menurut tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
3.      Orang-orang yang saling menasehati untuk menetapi kebenaran
Kemudian sifat berikutnya yang dikecualikan dari kerugian adalah saling menasehati untuk menetapi kebenaran وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّsaling nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran”. Hal ini dibutuhkan karena memang untuk meraih keistiqamahan dalam beriman dan beramal diperlukan kesungguhan. Maka dari itu dibutuhkan saling menasehati untuk selalu berada di atas kebenaran, yaitu dalam beriman dan beramal dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
4.      Orang-orang yang saling menasehati untuk menetapi kesabaran
Setelah seseorang itu beriman dan beramal dengan benar, maka ia harus bersabar. Karena sudah menjadi sunnatullah bahwa orang yang berada di atas kebenaran pasti akan mendapat ganguan dan rintangan, baik itu berupa perkataan ataupun perbuatan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu ketika mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah saja, kaumnya menghina beliau bahkan menyakitinya, namun beliau tetap bersabar. Oleh karena itulah dibutuhkan saling menasehati untuk selalu menetapi kesabaran dalam beriman, beramal dan berdakwah, وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِdan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”. Syaikh as-Sa’di rahimahullah menafsirkan bahwa maksud saling menasehati yaitu dalam mentaati Allah, menjauhi maksiat kepada-Nya, dan dalam menghadapi takdir Allah yang memilukan. (Taisirul Karimir Rahman hal. 893)
Maka inilah empat sifat yang harus dimiliki oleh manusia, agar ia terhindar dari kerugian yang telah disebutkan oleh Allah Ta'ala. Empat sifat itu adalah dengan seseorang beriman dengan keimanan yang benar, kemudian mengamalkannya, dan saling menasehati untuk menetapi kebenaran dan saling menasehati untuk selalu berada di atas kesabaran.
Wajib Dituntut Ilmunya
Empat perkara inilah yang kemudian harus dituntut ilmunya oleh setiap muslim, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi dalam kitab beliau al-Ushul ats-Tsalatsah hal. 1, beliau rahimahullah berkata:
“Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara: yang pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul-Nya, dan mengenal agama Islam beserta dalil-dalilnya; kedua adalah mengamalkannya; ketiga adalah mendakwahkannya; dan yang keempat adalah bersabar atas gangguan dalam menuntut ilmu, mengamalkannya dan mendakwahkannya.”
Semoga Allah menghindarkan kita dari kerugian dan semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang memiliki empat sifat tersebut dan diberi keistikomahan di atasnya. Allahumma amin.


Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.