Senin, 04 Juni 2018

UTAMAKAN AGAMANYA


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat sebab; karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka utamakanlah agamanya niscaya engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari 5090 dan Muslim 1466)
Sesungguhnya pernikahan adalah salah satu bagian yang mulia dari kehidupan seorang muslim. Betapa tidak, Allah subhanahu wa ta'ala telah menyebutnya sebagai perjanjian yang kuat dalam al-Qur’an.
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. an-Nisa’ [4]: 21)

Dengan pernikahan, kisah cinta yang halal antara sepasang manusia laki-laki dan perempuan bermula.
Dengan pernikahan, akan terwujud sebuah kepemimpinan baru dalam istana rumah tangga.
Dengan pernikahan, akan muncul sebuah generasi baru yang diharapkan selalu memakmurkan dunia.
Dengan pernikahan, akan diraih begitu banyak kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Pernikahan adalah sarana meraih kebahagiaan hati, kedamaian sejati, ketenangan jiwa, kebersamaan yang mesra, dan rasa cinta yang menghujam ke dalam sanubari di antara pasangan suami istri.
Betapa banyak ibadah yang tak mungkin dilakukan kecuali oleh orang-orang yang menikah. Betapa agung pahala yang dijanjikan bagi orang-orang yang menikah. Dan betapa besar peran perubahan dalam kebaikan yang tak terwujud kecuali dengan pernikahan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ اِسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإِيْمَانِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْ النِّصْفِ الْبَاقِي
“Barangsiapa menikah, ia telah melengkapi separuh imannya, maka bertakwalah kepada Allah pada separuh sisanya.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath 7647, dihukumi hasan lighairihi oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 6148)
Namun ada hal yang penting untuk diperhatikan bagi mereka yang akan memulai rumah tangga, khususnya dalam memilih pasangan. Yaitu bahwa rumah tangga yang bahagia hanyalah akan terwujud jika dibangun di atas dasar agama Islam yang mulia.
Agama Adalah Prioritas Paling Utama
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan akan pentingnya agama yang harus pertama didahulukan ketika seseorang memilih calon istri. Karena apabila seorang istri agamanya buruk, maka tiga kriteria sebelumnya tak akan berarti apa-apa, karena akan terkubur dengan buruknya agamanya.
Sebaliknya, jika seorang istri memiliki agama yang baik, dalam artian dia adalah wanita shalihah, maka ia akan menjaga hak-hak dan kewajiban dalam rumah tangganya, dia akan bermuamalah dengan suami, anak-anak, dan keluarganya dengan didasari ilmu agama dan rasa takutnya kepada Allah ta'ala. Bahkan pergaulannya sehari-hari akan semakin terhiasi dengan akhlak Islami yang mulia yang muncul dari kekuatan akidahnya. Jadilah ia seorang istri yang taat pada suami, selalu menghormatinya, senantiasa menghiburnya, siap menerima dan bersyukur dengan keadaannya, menyayanginya, memperhatikannya, mengingatkan kekeliruannya, dan sikap-sikap baik yang lainnya. Dari sinilah akan tercipta keluarga bahagia yang di dalamnya didapati peran saling tolong menolong dalam mentaati Allah 'azza wa jalla.
Hadits yang sedang kita bahas ini juga menunjukkan bahwa pada umumnya kriteria dari seorang wanita yang akan dijadikan istri adalah karena empat sebab tersebut. Tentunya seorang lelaki akan memilih pasangannya dengan kriteria yang sebaik mungkin. Namun jika ia lelaki shalih, maka ia akan selalu mengutamakan agama sang wanita, karena inilah yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya ketika ia mendapati ada calon istri yang meskipun kaya, cantik, dan berkedudukan atau baik nasabnya namun jelek atau kurang baik agamanya, maka ia akan mencari calon yang lain yang baik agama dan akhlaknya meskipun tiga kriteria sebelumnya biasa-biasa saja. Karena ia yakin bahwa sumber kebahagiaan rumah tangganya ada pada agamanya.
Sehingga dari sini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa bagi wanita mana saja yang menginginkan untuk mendapatkan pasangan yang shalih, hendaknya dia menjadikan dirinya sebagai pribadi yang shalihah. Karena seorang yang shalih akan selalu memilih pasangan yang shalihah, begitu pula sebaliknya. Dan memang demikianlah apa yang Allah firmankan dalam al-Qur’an bahwa shalih dan shalihah akan saling berpasangan:
وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. an-Nur [24]: 26)
Jika seseorang yang telah menikah ternyata masih mendapati pasangannya kurang baik agamanya, maka hendaknya ia agar lebih menshalihkan diri lagi, sehingga semoga Allah akan menjadikan pasangannya menjadi pasangan yang shalih/shalihah. Dan jika masih belum juga, maka yakinlah bahwa itu adalah ujian dari Allah yang harus ia hadapi dengan kesabaran dan tawakkal, sehingga semoga Allah segera memberikan hidayah kepada pasangannya atau segera memberikan jalan keluar yang terbaik untuknya.
Standar Keshalihan
Dalam agama Islam, tugas atau perintah memilih pasangan yang shalih bukan hanya ditujukan kepada laki-laki saja namun juga kepada perempuan. Ketika ada seorang laki-laki yang baik agama dan akhlaknya datang melamar kepada seorang wali, maka hendaknya ia menerimanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ
“Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi bencana di bumi dan juga kerusakan.”(HR. at-Tirmidzi 1085, dinilai hasan lighairihi oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihut Tirmidzi 1085)
Sekarang bagaimanakah standar baiknya agama seseorang? Kita harus tahu agar tidak salah dalam menentukan keputusan.
1.      Bertauhid dan berakidah lurus
Tauhid adalah seseorang beribadah hanya kepada Allah ta'ala saja dan menjauhi kesyirikan. Bahkan tauhid inilah yang menjadi tujuan kehidupan manusia dan menjadi pondasi dasar bagi semua akidah dan bangunan agama Islam. Allah ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka hanya beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Sedangkan akidah yang lurus adalah keimanan yang kuat terhadap Allah dan apa yang wajib diimani dalam al-Qur’an dan Hadits, sesuai dengan apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi radhiyallahu 'anhum. Tidak mungkin seseorang dikatakan shalih jika ia masih mengerjakan kesyirikan dan memiliki keyakinan-keyakinan (akidah) yang menyimpang dari syari’at Islam. Maka tauhid dan akidah seseorang harus dijadikan standar utama dalam menentukan pasangan.
2.      Bertakwa dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi perbuatan dosa
Takwa merupakan perwujudan dari keshalihan seseorang, dimana seseorang yang shalih adalah dia yang bertakwa, yaitu dia yang selalu berusaha menjalankan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang.
3.      Berakhlak baik
Akhlak baik juga merupakan perwujudan dari akidah yang baik. Karena seseorang yang beriman dengan keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, dia yakin bahwa ia akan dimintai pertanggung-jawaban atas perbuatannya pada hari kiamat kelak, pasti dia akan berusaha berakhlak baik dengan menjauhi perbuatan yang buruk dan memperbanyak kebaikan kepada hamba-hamba Allah yang lain. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istrinya.” (HR. at-Tirmidzi 1162, dinilai hasan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 1923)
4.      Mengamalkan sunnah-sunnah Rasul
Seseorang yang rajin mengamalkan sunnah-sunnah Rasul juga merupakan tanda keshalihannya. Apalagi ketika ia berusaha menghidupkan ajaran Nabi yang banyak ditinggalkan oleh manusia, meskipun ia menjadi terasing di tengah masyarakatnya, maka akan semakin nampak keshalihannya.
5.      Selalu menuntut ilmu agama
Seseorang yang sering atau selalu menuntut ilmu agama menunjukkan kepeduliannya terhadap agamanya. Maka ini merupakan tanda keshalihan seseorang. Baik dengan bentuk rajin datang ke majelis ilmu, mendengarkan ceramah-ceramah, membaca buku dan artikel, ataupun belajar secara khusus di lembaga pendidikan Islam.
6.      Mudah menerima nasehat
Sikap seseorang yang mudah menerima nasehat, apalagi ketika ia terjatuh ke dalam kekeliruan, menunjukkan akan hatinya yang baik dan menghendaki kebaikan, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat sekerat daging, jika ia baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan jika ia buruk maka buruk pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari 52 dan Muslim 1599)
Tak diragukan lagi bahwa keenam hal di atas adalah tanda-tanda keshalihan yang jelas dan nampak pada diri seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, maka perhatikanlah.
Demikianlah seorang muslim dan muslimah yang sejati, dalam hal apapun, kapanpun dan dimanapun yang dia pikirkan selalu masalah agamanya. Karena dengan kebaikan dan keselamatan agamanya-lah ia bisa selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Semoga Allah melimpahkan pasangan yang shalih/shalihah kepada saudara saudari kita yang belum menikah, dan bagi yang sudah menikah maka semoga Allah semakin mengokohkan masing-masing pasangannya dalam keshalihan yang berbalut kebahagiaan dalam rumah tangganya. Aamiin.
--------
Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.