Kamis, 09 Februari 2017

MENUAI PAHALA MELIMPAH DENGAN SHALAT BERJAMAAH

Shalat jamaah merupakan syiar di antara syiar-syiar Islam yang mulia, di dalamnya nampak persatuan umat Islam dan ketundukan mereka terhadap perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Maka di dalam shalat berjamaah semua manusia nampak sama kedudukannya sebagai hamba Allah ta'ala. Tak pandang ia seorang pejabat ataupun rakyat, kaya ataupun miskin, besar maupun kecil, semuanya bersujud di hadapan Allah Yang Maha Agung dengan merendahkan dirinya dan meletakkan anggota badannya yang paling tinggi yaitu kepalanya di atas tempat berpijaknya. Tetapi hal itu adalah merupakan sebuah kebanggaan, karena kita sujud kepada Dzat Yang Maha Perkasa, Maha Pencipta, Maha Tinggi dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Bukan kepada sesama makhluk yang sama sekali tidak mempunyai hak untuk diibadahi, baik itu patung, pohon, batu, bintang, jin, manusia, ataupun makhluk-makhluk lain yang dipertuhankan selain Allah 'azza wa jalla.

Hukum Shalat Berjamaah
Banyak kita lihat kaum muslimin laki-laki khususnya, yang belum mau menunaikan shalat berjamaah, sebagian dari mereka tidak tergerak hatinya menuju masjid untuk menunaikan shalat jamaah ketika diseru untuk mendatanginya. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya masjid yang minim jamaah saat shalat fardhu, padahal adzan sebagai pertanda waktu shalat telah tiba, sekaligus panggilan menuju shalat jamaah telah dikumandangkan 5 kali setiap harinya, hampir di seluruh penjuru negeri Islam.
Syaikh Abdul Adzim bin Badawi hafidzahullah dalam kitabnya al Wajiz fi fiqh Sunnah wal Kitabil Aziz hal. 155, mengatakan bahwa shalat jamaah adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki kecuali karena udzur. Adapun bagi wanita, maka beliau mengatakan di halaman 157 bahwa yang lebih baik adalah shalat di rumahnya, berdasarkan hadits:
لَا تَمْنَعُوْا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk mendatangi masjid, dan rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud 567 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud 567)
Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani hafidzahullah berkata, “Shalat jamaah untuk shalat yang lima waktu adalah fardhu ‘ain (wajib bagi setiap individu) bagi laki-laki yang mukallaf (orang yang sudah terbebani kewajiban syari’at) dan mampu, baik menetap maupun saat safar.” Kemudian beliau membawakan dalil-dalil tentang wajibnya shalat berjamaah. (Shalaatul Jamaa’ati fii Dhau’il Kitaabi was Sunnah). Bahkan Imam Bukhari rahimahullah telah menuliskan sebuah bab di dalam kitab Shahihnya tentang wajibnya shalat berjamaah.
Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjamaah adalah Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
وَأَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ وَآتُوْا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'” (QS. al-Baqarah [2]: 43)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Firman-Nya ‘dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku’ maksudnya shalatlah bersama orang-orang yang shalat, dan di dalamnya ada perintah dan kewajiban untuk menunaikan shalat secara berjamaah.” (Tafsiir as-Sa’di)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
“Barangsiapa yang mendengar adzan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada udzur.” (HR. Ibnu Majah 793 dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani di Shahihul Jami’)
Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani hafidzahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa shalat jamaah hukumnya adalah fardhu ‘ain, dan aku pernah mendengar Syaikh kami Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz rahimahullah berkata, ‘Makna ‘tidak ada shalat baginya’ yaitu maksudnya shalatnya tidak sempurna, bahkan kurang sempurna, dan jumhur (kebanyakan) ulama menganggap shalatnya tetap sah.’” (Shalaatul Jamaa’ati fii Dhau’il Kitaabi was Sunnah)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ. وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ لَشَهِدَ الْعِشَاءَ
“Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan kuat untuk memerintahkan (beberapa orang) mengumpulkan kayu bakar. Kemudian aku perintahkan agar dikumandangkan adzan untuk shalat. Lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat. Kemudian aku mendatangi rumah beberapa laki-laki yang tidak mengikuti shalat berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Melalui hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah, bahwa beliau akan membakar rumah-rumah mereka. Tentunya hal ini tidak akan beliau lakukan apabila hukum shalat berjamaah hanyalah sunnah saja.
Juga perkataan beliau kepada seorang laki-laki buta yang meminta udzur untuk tidak menghadiri shalat berjamaah tetapi ia mendengar suara adzan, beliau tetap memerintahkannya untuk menghadiri shalat berjamaah:
هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَأَجِبْ
“Apakah engkau mendengar adzan?”, maka ia menjawab, “benar”. Maka nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jawablah! (penuhilah panggilan itu).” (HR. Muslim)
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga menegaskan tentang masalah shalat berjamaah, beliau berkata: “Kami melihat kawan-kawan kami, tidak seorangpun tertinggal dari shalat berjamaah kecuali orang munafik yang jelas kemunafikannya, bahkan seorang laki-laki yang sakit dari kami dipapah oleh dua orang lalu diberdirikan di shaf.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
Keutamaan Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah di masjid memiliki keutamaan yang banyak, berikut ini adalah beberapa di antaranya:
1.       Pahalanya dilipatgandakan dari shalat sendirian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jamaah itu lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian” (HR. Bukhari 645)
Dua puluh lima atau dua puluh tujuh derajat dibanding satu derajat tentu begitu jauh dan lebih baik, itulah perbandingan pahala antara shalat berjamaah dengan shalat sendirian. Bahkan hadits berikut adalah merupakan rangkuman keutamaan yang sangat besar yang terdapat dalam shalat berjamaah.
2.       Langkahnya menuju masjid mengangkat derajat dan menghapus kesalahan
3.       Didoakan oleh malaikat
4.       Dihitung mendapat pahala shalat selama menunggu masa datangnya shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seseorang dengan berjamaah akan dilipatgandakan 25 kali lipat daripada shalat yang dilakukan di rumah dan di pasarnya. Yang demikian itu apabila seseorang berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya, kemudian keluar menuju ke masjid, serta tidak ada yang membuatnya keluar kecuali untuk melakukan shalat. Maka tidaklah ia melangkahkan kakinya, kecuali dengan satu langkah itu derajatnya diangkat, dan dihapuskan kesalahannya. Dan apabila ia shalat (dengan berjamaah), maka Malaikat akan senantiasa bershalawat atasnya, selama ia tetap di tempat shalatnya (dan belum batal). Malaikat akan bershalawat atasnya, ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepadanya. Ya Allah, berikanlah rahmat kepadanya.’ Salah seorang di antara kalian tetap dalam keadaan shalat (mendapatkan pahala shalat) selama ia menunggu datangnya waktu shalat.” (HR. Bukhari 647, Muslim 1506)
5.       Disiapkan tempat di surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَدَا إِلَى المسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللهُ لَهُ فِيْ الجَنَّةِ نُزُلًا كُلَّمَا غَدَا أَوَ رَاحَ
Siapa yang pergi menuju masjid di pagi hari ataupun malam hari, niscaya Allah menyediakan tempat baginya di surga setiap kali ia pergi di pagi hari ataupun malam hari.” (HR. Al Bukhari 662 dan Muslim 1524)
Jika Allah subhanahu wa ta'ala berjanji untuk menyediakan tempat di surga bagi orang yang menuju masjid, maka berarti Allah juga menjanjikan orang itu untuk masuk ke dalam surga, maka tentunya ini adalah merupakan keutamaan yang besar.
6.       Siapa yang ucapan amin-nya bersamaan dengan Malaikat, diampuni dosa-dosanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَالَ الْإِمَامُ {غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} فَقُولُوا آمِينَ، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Jika imam mengucapkan “ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin” (bukan orang- orang yang Engkau murkai bukan pula mereka yang tersesat) maka ucapkanlah “amin”, karena sesungguhnya siapa yang ucapan (amin-nya) bersamaan dengan ucapan (amin-nya) Malaikat, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari 4475, Muslim 915)
Ini menunjukkan bahwa malaikat ikut mengamini doa imam ketika membaca surat al-Fatihah, meminta kepada Allah agar menunjuki jalan yang lurus.
7.       Shalat jamaah Isya dan Shubuh terhindar dari menyerupai orang-orang munafik
Sesungguhnya orang-orang munafik adalah orang yang diancam oleh Allah subhanahu wa ta'ala bahwa ia akan berada di dasar api neraka. Hal ini karena orang-orang munafik menampakkan keislaman tetapi menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya. Sebenarnya mereka membenci Islam, mereka hanya berpura-pura di hadapan kaum muslimin. Maka dengan menunaikan shalat isya dan shalat shubuh berjamaah akan menghindarkan seseorang dari sifat kemunafikan. Dalam sebuah hadits berikut disebutkan, bahwa shalat yang paling berat dilakukan oleh orang-orang munafik adalah shalat shubuh dan shalat isya berjamaah, dan hadits ini juga menunjukkan akan besarnya pahala yang terdapat dalam kedua shalat tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَثْقَلَ صَلاَةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيْهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat subuh, seandainya saja mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. Muslim 1482)
8.       Menyamai shalat separuh malam atau sepanjang malam
Melakukan shalat separuh malam atau sepanjang malam terus menerus tiap malam tentu merupakan suatu hal yang tidak mudah dilakukan oleh setiap orang, tetapi dengan menunaikan shalat Isya berjamaah kita bisa memperoleh pahala setara dengan shalat setengah malam, sedangkan shalat shubuh berjamaah setara dengan shalat satu malam penuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى العِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Barangsiapa shalat Isya berjamaah, maka seakan-akan ia shalat separuh malam, dan barangsiapa yang shalat shubuh secara berjamaah, maka seakan-akan ia shalat sepanjang malam.” (HR. Muslim 1491)
Demikianlah keutamaan-keutamaan shalat jamaah yang dapat kami sebutkan di antara keutamaan-keutamaan lain yang sebenarnya masih banyak lagi. Semoga Allah meneguhkan langkah-langkah kaki kaum muslimin untuk bisa senantiasa menghadiri shalat berjamaah di masjid.


Abu Ibrohim Ari bin Salimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.